Sunday 26 April 2015

laporan dasar-dasar teknologi pengolahan hasil perikanan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh kita. Protein dalam ikan berguna untuk mempercepat pertumbuhan badan (baik tinggi maupun berat), meningkatkan daya tahan tubuh, mencerdaskan otak / mempertajam pikiran dan meningkatkan generasi / keturunan yang baik. Ikan memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Di samping itu protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak (Fauzioyah, 2005).
Agar memudahkan kita mendapatkan zat gizi yang ada pada ikan maka diperlukan industri yang mampu melakukan pengolahan ikan. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Industri pengolahan ikan telah banyak tersebar khususnya di Indonesia yang merupakan negeri bahari. Berbagai jenis produk telah dihasilkan dengan berbagai merek (Fauzioyah, 2005).
Sebagai Negara bahari, Indonesia dilimpahi dengan potensi sumber daya laut, tidak terkecuali dalam wilayah perairan Sulawesi. Potensi tersebut sangat beragam dalam jumlah yang besar, salah satu dari sumber daya laut yang menjadi kekayaan Indonesia adalah ikan. Ikan adalah satu diantara bahan makanan protein yang paling mudah mengalami pembusukan. Pembusukan ikan terjadi setelah ikan ditangkap atau mati, dimana pembusukan dapat menyebabkan perubahan dalam bau dan rasa yang berakibat menurunnya mutu ikan (Fauzioyah, 2005).
Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri (Astawan, 2007).
Salah satu masalah yang timbul pada sektor periknan adalah dalam mempertahankan mutu. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati, bersih, dan disimpan dalam ruangan ikan lebih cepat memasuki fase rigormortis dan berlangsung lebih singkat. Jika fase prerigormortis tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini menunjukkan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (Astawan, 2007).
Ikan harus memiliki tingkat mutu yang tinggi untuk memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat tetapi ikan merupakan makanan yang bersifat mudah rusak. Kualitas produk hasil ikan identik dengan kesegaran. Penanganan harus memiliki atau peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya (Astawan, 2007).

1.2.  Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa lebih memahami tingkat kemunduran mutu ikan, sehingga dapat membedakan sampai sebatas mana ikan layak untuk di kunsumsi.









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Sistematika Ikan
Sistematika ikan-ikan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain sebagai berikut :

2.1.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Fauzioyah (2005), sistematika ikan nila (Oreochormis niloticus) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : percoidae
famili               : chicilidae
genus               : Oreochromis
spesies             : Oreochromis niloticus
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Genus Oreochromis merupakan genus ikan yang beradaptasi tinggi dan mempunyai toleransi terhadap kualitas air dengan kisaran yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun karena sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi dan rendah (Fauzioyah, 2005).
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaaan antara jantan dan betina. Untuk membedakan antara ikan jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati seksama lubang genitalnya (kelamin sekunder). Pada ikan jantan, warna tubuhnya lebih gelap, tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, terdapat lubang anus dan satu lubang genital yang berupa tonjolan agak kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran air kencing dan sperma. Rasio jumlah ikan jantan dan betina ideal adalah 3:1, yaitu jumlah ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan. Padat penebaran disesuaikan dengan wadah atau kolam budidayanya. Bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi yang tinggi, pertumbuhannya kurang pesat. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat (Fauzioyah, 2005).

2.1.2  Ikan Patin ( Pangasius Pangasisus)
Menurut Bahar (2006), sistematika ikan patin (Pangasius pangasius) adalah sebagai berikut :
kingdom            : Animalia    
filum                  : Chordata
kelas                   : Pisces
ordo                    : Ostariophsy
famili                  : Pangasidae
genus                  : Pangasius
spesies                : Pangasius pangasius
Ikan patin memiliki warna tubuh putih agak keperakan dan punggung agak kebiruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil, pada ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua pasang sungut yang  pendek. Pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif  panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Memiliki sirip dada 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil, di bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil (Bahar, 2006).
Ikan Patin nama Inggrisnya Catfish, yang termasuk dalam Famili Pangasidae, Ikan Patin bersifat nocturnal (lebih banyak melakukan aktivitas di malam hari), juga sifatnya yang Omnivora (pemakan segala macam makanan), antara lain cacing, serangga, udang, ikan yang kecil–kecil dan biji–bijian , bahkan sabun detergen batangan (Bahar, 2006).
Ikan Patin, termasuk ikan dasar, dapat terlihat dari bentuk mulutnya yang terletak lebih kebawah, dan habitat ikan ini di sungai–sungai besar , dan muara– muara sungai, dan tersebar di Indonesia, Myanmar dan india (Bahar, 2006). 
Banyak kerabat Ikan Patin ini yang termasuk dalam keluarga Pangasidae ini, antara lain yang tersebar di Indonesia pada umumnya memiliki ciri–ciri bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau ada yang bersisik sangat halus, mulutnya kecil dan ada sungutnya berjumlah 2-4 pasang yang berfungsi sebagai alat peraba, terdapat Patil/panting pada sirip punggungnya juga sirip dadanya, sirip duburnya panjang dimulai dari belakang dubur hingga sampai pangkal sirip ekor (Bahar, 2006).

2.1.3  Ikan Sarden (Sardinella lemuru)
          Menurut Fauzioyah (2005) sistematika dari ikan sarden (Sardinella lemuru)  adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : Malacopterygii
family              : Cluipeidae
genus                           : Sardinella
spesies             : Sardinella lemuru
          Ikan sardin tersebar diseluruh perairan Indonesia melebar sampai ke utara sampai Oknawa dan ke selatan sampai ujung utara Australia ke barat samapai ke Afrika Timur. Ikan sardin betina memiliki ciri bentuk badan memanjang perut bulat dengan sisik duri 12-18 buah. Sirip perut sedikit menonjol dari pertengahan lebih dekat kearah moncong. Sirip punggung berjari-jari lemah 15-18 sedangkan sirip belakang 18-20, terdapat sisik tambahan pada sirip perutnya. Lapisan insang halus berjumlah 36-42 buah. Hidup di perairan pantai lepas dan pemakan plankton halus. Warna badan ikan sardin bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, totol gelap pada bagian atas badan, siripnya abu-abu kekuningan, sirip ekor kehitaman sedikit kotor (Fauzioyah,2005).

2.2.  Fase- fase Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Nurjannah et al, (2004) fase-fase kemunduran mutu ikan adalah:
Tahap prerigor terjadi selama 2 jam setelah ikan dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan yang mash lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di keliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit.
Tahap Rigormortis terjadi selama10 jam setelah ikan dimatikan dengan daging yang kaku. Nilai 5 merupakan ambang batas kesegaran ikan. Cirri-ciri ikan yang memiliki nilai 5 adalah sebagai berikut: bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan karena agak keruh. Insang menampakkan diskolorasi merah muda dan berlendir. Sayatan daging mulai pudar banyakkemerahan. Pada tulang belakang bau seperti bau asam, konsistensi agak lunak, mudah menyobek daging dari tulang belakang.
Proses perubahan ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorgnisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun.Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan ini akhirnya ,mengarah pada pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan adalah perubahan prerigor, rigor, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi.

2.3.  Perubahan Fisik Ikan Setelah Mati
Menurut Adawiyah (2007), kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya dengan kondisi fisik, yaitu:
1.    Kenampakan luar : ikan yang masih segar mempunyai penampakan erah dan tidak suram.
2.    Lenturan daging ikan: daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan akan segera kembali ke bentuknya semula apabila di lepaskan.
3.    Keadaan mata: perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan nyata pada kecerahan matanya.
4.    Keadaan daging : kualitas ikan ditentukan oleh daging nikan yang masih segar dan berdaging kenyal. Jika ditekan dengan telunjuk maka bekasnya akan segera kembali.
5.    Keadaan insang : ikan yang masih segar berwarna merah.
Secara fisikawi daging ikan mula-mula akan kehilangan kelenturannya. Kemudian akan mengerut dan menjadi kaku lalu melemas lagi. Pada fase rigor, daging akan tampak kering karena kehilangan daya menahan air. Pada fase terakhir, struktur daging ikan sudah mengalami kerusakan (Hadiwiyoto, 1993)
Menurut Murniyati dan sunarman (2000), ikan yang elah mengalami pembusukan menampakkan cirri-ciri fisik yang dapat dikenali dari luar. Adapun yang membedakan antara iakn segar dan ikan busuk adalah pada ikan segar, mata Nampak bening, cerah, cembung dan menonjol. Sedangkan pada ikan busuk, berwarna pudar, berkerut, cekung dan tenggelam.

2.4.  Faktor yang Mempengaruhi Kemunduran Mutu Ikan
Menurut Adawiyah (2007), ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik. Semakin lala ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik, maka akan menurunkan kesegaran mutu ikan tersebut.
Factor-faktor intrinsik yaitu mempengaruhi mutu ikan tangkapan antara lain: lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan atau yang lain sebagainya, penanganan ikan diatas kapal, kondisi kebersihan kapan penangkapan ikan, pemrosesan dan kondisi penyimpanan (Jica, 2008).
Menurut Munandar et al (2005), beberapa faktor yang mempengaruhi laju perubahan yang dikelompokkan menjadi dua faktor , yaitu :
a.    Faktor intrinsik
Spesies ikan, ukuran besar kecilnya, jenis kelamin dan tingkat kedewasaan.
b.    Factor Ekstrinsik
Jenis alat tangkap, keadaan cuaca, letak geografi, cara handling.


BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1.  Tempat dan Waktu
          Kegiatan praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Februari 2015 pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratrium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2  Alat dan Bahan
          Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan  adalah :Baskom, Pisau dan Plastik. Bahan yang digunakan dala praktikum kemunduran mutu ikan adalah: Ikan nila (Oreochormis niloticus),Ikan patin ( Pangasius pangasius),dan Ikan sardin (Sardinella lemuru).

3.2.3  Cara Kerja
Cara kerja dalam pengamatan kemunduran mutu ikan adalah sebagai berikut:
1. Ikan diamati kondisi fisiknya mulai dari mata, insang, tekstur daging dan keadaan kulit dan lender, keadaan perut dan sayatan daging serta bau.
2.  Data yang di peroleh dimasukan ke dalam tabel hasil.










BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
Tabel hasil dari praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan adalah sebagai berikut :
Kelompok
No. Sampel
Ikan Segar
Ikan Busuk
keterangan
Nilai
1
Ikan Nila
Oreochormis niloticus
1
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
2
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
3
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
2
Ikan Nila
Oreochormis niloticus
1
√ 
_
Mata: 9  , Insang: 7
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 8
8,25
2
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 7
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 8
8
3
√ 
_
Mata: 8 , Insang: 7
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 8
7,75
3
Ikan Sarden
Sardinella lemuru
1
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
2
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 8
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
8,75
3
√ 
_
Mata: 7  , Insang: 7
Daging dan Perut:8
Konsistensi: 8
7,5
4
Ikan Sarden
Sardinella lemuru
1
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 7
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 5
7,25
2
√ 
_
Mata: 6 , Insang: 5
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 7
6,5
3
√ 
_
Mata: 5 , Insang: 4
Daging dan Perut: 6
Konsistensi: 8
5,75
5
Ikan Nila
Oreochormis niloticus
1
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
2
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
3
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
6
Ikan Nila
Oreochormis niloticus
1
√ 
_
Mata: 9,8 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi
9,26
2
√ 
_
Mata: 9,8 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi
9,26
3
√ 
_
Mata: 9,8 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi
9,26
7
Ikan Patin
Pangasius pangasisus
1
√ 
_
Mata: 7,5 , Insang: 6,6
Daging dan Perut: 9,8
Konsistensi:
7,96
2
√ 
_
Mata: 6 , Insang: 6,8
Daging dan Perut: 9
Konsistensi
7,26
3
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 8,9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi
8,96
8
Ikan Patin
Pangasius pangasisus
1
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 9
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 9
9
2
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 8
Daging dan Perut: 9
Konsistensi: 8
8,5
3
√ 
_
Mata: 7 , Insang: 7
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 7
7,25
9
Ikan Patin
Pangasius pangasisus

1
_
Mata: 7 , Insang: 7
Daging dan Perut: 5
Konsistensi: 9
7
2
√ 
_
Mata: 8 , Insang: 8
Daging dan Perut: 7
Konsistensi: 9
8
3
√ 
_
Mata: 9 , Insang: 8
Daging dan Perut: 8
Konsistensi: 8
8,25


4.2  pembahasan
Pada praktikum ini, kita mengamati perbedaan ikan yang masih segar dan ikan yang sudah busuk. Seperti yang telah kita ketahui bahan ikan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu, ikan nila (Oreocromis niloticus), ikan patin (Pangasius pangasius), dan ikan sarden (Sardinella Lemuru). Kali ini kita melakukan pengamatan pada ikan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok.
Pada percobaan ini kami melakukan pengamatan pada ikan nila. Pada ikan nila setelah di amati ikan nila yang kami bawa keadaannya masih segar. Pengamatan yang kami lakukan yaitu mengamati mata, insang, tekstur daging dan perut, dan konsistensinya.
          Keadaan mata ikan nila yang yang kami amati, dari ketiga ikan nila yang kami bawa, ketiganya ekor ikan keadaan pupil matanya hitam menonjol, dengan kornea mata cembung dan cemerlang atau cerah. Keadaan insang ikan nila yang kami amati, ketiga ekor ikan nila warna insangnya merah tua atau merah cemerlang tanpa adannya lender, tidak tercium bau yang menyimpang. Keadaan tekstur daging ikan nila yang kami amati, ketiga ekor ikan nila keadaannya masih elastik dan jika ditekan tidak meninggalkan bekas jari serta padat atau kompak.
Keadaan perut ikan nila yang kami bawa, ketiganya masih segar parutnya masih utuh, tidak pecah serta jika ikan di belah maka daging melekat kuat pada tulang terutama rusuk. Yang terakhir bau ketiga ikan yang masih segar baunya masih spesifik menurut jenisnya, segar seperti bau rumput laut.












BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
1.  Kemunduran mutu ikan ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kimia yang disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroorganisme.
2. Fese kemunduran mutu ikan setelah ikan mati terdiri dari 3 fase yaitu prerigormortis, rigormortis dan postrigormortis.
3.  Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di atas kapal dan selama ikan disimpan di kapal. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek.
4.  Ciri ikan yang masih segar atau busuk dapat di lihat dari mata, insang, tekstur daging, keadaan kulit dan lender, keadaan perut dan sayatan daging serta  bau ikan.
5. Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.

5.2.  Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan penggunaan waktu harus lebih di perbaiki lagi, agar praktikan tidak terburu – buru melakukan praktikum.






BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Negara kita merupakan negara perairan yang terdiri dari perairan laut dan perairan darat (tawar) yang kaya akan sumberdaya ikan yang sangat potensial jikadikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Perikanan air tawar di Indonesia meliputi perikanan di kolam-kolam, di sawah-sawah, di danau-danau, di rawa-rawa dan didaerah sungai-sungai. Perikanan yang dibudidayakan di kolam-kolam diusahakankolam yang terjamin pengairannya dan subur keadaan tanahnya. Air yangdigunakan jangan sekali-sekali mengandung zat yang dapat mengganggu ikan,misalnya belerang (sulfur),terlalu banyak kapur, macam macam limbah dari pabrik dan lainlain. Limbah dari pabrikpabrik tersebut merupakan racun bagiikan dan ini dapat merusak kelangsungan hidup ikan (Fida, 2007).
Ikan bersifat perishable food  atau mudah mengalami proses pembusukan atau kemunduran mutu. Ikan cepat mengalami pembusukan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu karena tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme lain, daging ikan mengandung sedikit sekali jaringan pengikatatau tendon, sehingga mudah dicerna oleh enzim autolysis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yang mudah mengalami proses oksidasi (Fida, 2007).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang mudah busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Setelah dilakukan penanganan awal berupa sortasi, grading dan pembersihan, maka penanganan selanjutnya antara lain pendinginan, pembekuan, penggaraman, pengeringan dan lain sebagainya (Sugianto, 1998).
Teknik pengawetan yaitu pendinginan, pembekuan, penggaraman dan pengeringan. Pada proses pengawetan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ikan yang digarami dan dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses pengawetan dapat lebh sempurna (Amri, 2008).
Metode pengawetan dengan cara penggaraman merupakan metode pengawetan yang sederhana dan ekonomis, hal ini karena media utama yang menjadi bahan dasar dari dalam pelaksanaan hanya memerlukan garam dan proses pengeringannya yang masih tradisional hanya dengan bantuan sinar matahari saja. Oleh karena itu dilapisan masyarakat sebagian besar metode pengawetan yang dilakukan adalah penggaraman dan pengeringan (Budiman, 2004).
Konsumen dari produk penggaraman sebagian besar dari kalangan menengah kebawah terutama jenis ikan asin. Hal ini dikarenakan harga yang relatif lebih murah yang disebabkan faktor pelaksanaanya yang tidak rumit, biaya produksi yang relatif rendah, dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Dari seluruh faktor-faktor tersebut yang menyebabkan resapan pasar dari prodak hasil penggaraman relatif cukup besar. Dengan demikian prospek usaha yang ditimbulkan cukup baik (Budiman, 2004).

1.2.  Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai macam konsentrasi garam terhadap mutu ikan asin yang dihasilkan serta mengetahui metode penggaraman.









BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Sistematika dan Morfologi Ikan
2.1.1.  Sistematika dan Morfologi Ikan Salem
            Sistematika ikan salem (Elagatis bipinnulatus) menurut
Fauzioyah (2005) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : Pecoidae
famili               : Caransida
genus               : Elagatis
spesies             : Elagatis bipinnulatus
Daerah penyebaran dari ikan ini ada di perairan dan kandang berada di sekitar karang-karang di seluruh Indonesia melebar sampai teluk benggala, teluk siam, sampai laut Cina Selatan, Philipina Selatan sampai ke perairan panas Australian. Memiliki bentuk struktur yang memanjang langsing sampai meradu beradu dengan menggunakan kepalanya yang berbentuk runcing. Lapisan insang pada busurnya yang pertama pada insang bagian bawah memiliki sebanyak 25-26 sirip punggung kedua berjari-jari keras dibelakang siripnya yaitu sirip dubur dan punggung kedua terdapat satu buah jari-jari sirip buatan tambahan (Fauzioyah, 2005).
  Ikan salem kemudian dapat dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, dan termasuk dalam harga sedang. Dapat dimanfaatkan menjadi ikan peda. Dengan cara menggunakan proses fermentasi pada daging ikan. Pada daging ikan yang memiliki mutu baik dalam memiliki rasa yang khusus, ini jenis yang sangat disukai oleh banyak kalangan konsumen dan dagingnya berwarna kecoklatan ini terjadi akibat dari proses oksidasi terhadap lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan tersebut (Fauzioyah, 2005).


2.1.2.  Sistematika dan Morfologi Ikan Sarden
            Menurut Fauzioyah (2005) sistematika dari ikan sarden adalah sebagai berikut:
kingdom          :Animalia
filum                :Chordata
kelas                            :Pisces
ordo                             :Malacopterygii
famili                           :Cluipeidae
genus                           :Sardinella
spesies                         :Sardinella lemuru
            Ikan sardin tersebar diseluruh perairan Indonesia melebar sampai ke utara sampai Oknawa dan ke selatan sampai ujung utara Australia ke barat samapai ke Afrika Timur. Ikan sardin betina memiliki ciri bentuk badan memanjang perut bulat dengan sisik duri 12-18 buah. Sirip perut sedikit menonjol dari pertengahan lebih dekat kearah moncong. Sirip punggung berjari-jari lemah 15-18 sedangkan sirip belakang 18-20, terdapat sisik tambahan pada sirip perutnya. Lapisan insang halus berjumlah 36-42 buah. Hidup di perairan pantai lepas dan pemakan plankton halus. Warna badan ikan sardin bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, totol gelap pada bagian atas badan, siripnya abu-abu kekuningan, sirip ekor kehitaman sedikit kotor (Fauzioyah, 2005).

2.1.3.  Sistematika dan Morfologi Ikan Sepat
            Sistematika ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) menurut Fauzioyah (2005) adalah sebagai berikut:
kingdom     : Animalia                                                                                               
filum          : Chordata                                                                                                                                                                                         
kelas           : Actinopterygii                                                                                            
ordo          : Perciformes                                                                                      
famili        : Osphronemidae                                                                                                       
genus        : Trichogaster                                                                     
spesies       :Trichogaster pectoralis
Ikan sepat siam yang mempunyai nama ilmiah Trichogaster pectoralis. Ragam dari anabantidae ini mempunyai badan memanjang. Bentuk tubuh pipih ke samping ,tinggi badan 2,2-3 kali panjang setandar. Mulut kecil dan dapat di sembulkan. Jari-jari sirip perut yang pertama  mengalami modifikasi/perubahan menjadi filamen yang panjang hinga mencapai ekor (Fauzioyah, 2005).
Warna badan bagian pungug hijau kegelapan sedangkan pada bagian sebelah samping sisik berwarna lebih terang. Pada bagian kepala dan badan terdapat garis-garis yang melintang dan dari mata sampai ekor terdapat garis memanjang yang terputus. Pada sirip dubur terdapat 2-3 garis hitam yang membujur. Ikan ini dapat mencapai panjag mencapai 25cm (Fauzioyah, 2005).

2.1.4.  Sistematika dan Morfologi Ikan Tongkol
Menurut Fauzioyah (2005), klasifikasi Ikan Tongkol adalah sebagai berikut:
kingdom          :Animalia
filum                :Chordata
kelas                :Pisces
ordo                 :Percomorphi
famili               :Scombridae
genus               :Euthynnus
spesies             :Euthynnus affinis
Bentuk tubuh ikan tongkol seperti betuto, dengan kulit yang licin . Sirip dada melengkung, ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Fauzioyah, 2005).
Ikan tongkol dapat mencapai ukuran panjang 60– 65 cm dengan berat 1.720 gr pada umur 5 tahun. Panjang pertama kali matang gonad ialah 29– 30 cm. 
Ikan tongkol memiliki 10– 12 jari-jari sirip punggung, 10– 13 jari-jari halus sirip punggung, 10 – 14 jari-jari halus sirip dubur, dengan warna punggung kebiru-biruan, ungu tua bahkan berwarna hitam pada bagian kepala. Sebuah pola 15 garis-garis halus, miring hampir horisontal, garis bergelombang gelap di daerah scaleless diatas gurat sisi (linea lateralis). Bagian bawah agak putih (cerah). Dada dan sirip perut ungu, sisi bagian dalam mereka hitam. Badan kuat, memanjang dan bulat. Gigi kecil dan berbentuk kerucut, dalam rangkaian tunggal. Sirip dada pendek, tapi mencapai garis vertikal melewati batas anterior dari daerah scaleless atas corselet. Sebuah flap tunggal besar (proses interpelvic) antara sirip perut. Tubuh telanjang kecuali untuk corselet, yang dikembangkan dengan baik dan sempit di bagian posterior (tidak lebih dari 5 skala yang luas di bawah asal-sirip punggung kedua). Sebuah keel pusat yang kuat pada setiap sisi dasar sirip ekor-kecil antara 2 keel
(Fauzioyah, 2005).

2.2.  Fungsi Penggaraman
Penggaraman merupakan pengolahan dengan menggunakan garam konsentrasi tinggi. Penggunaan garam dilakukan untuk mengawetkan dan menyamarkan kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan. Secara umum proses penggaraman terdiri atas dua tahap yaitu penggaraman dan pengeringan (Budiman, 2004). 
Tujuan penggaraman adalah untuk pengawetan selain itu untuk mendapatkan perubahan bahan yang diinginkan seperti tekstur, warna, dan mendapatkan karakteristik tertentu dari produk dengan aroma dan rasa yang khas. 
Fungsi dari penggaraman adalah menghambat atau membunuh bakteri pembusuk pada bahan dan membentuk struktur tertentu. Pada proses fermentasi garam berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak tahan terhadap garam namun menumbuhkan bakteri yang halotoleran terhadap garam. Garam juga memiliki kemampuan dalam mengikat air dalam jaringan sayuran sehingga terjadi perubahan tekstur dari produk yang dibuat pickle. Pada proses pengolahan dengan enzimatis fungsi garam adalah menyeleksi jenis enzim yang aktif. Enzim yang tidak tahan terhadap garam akan inaktif sehingga enzim yang aktif akan beraktivitas mendegradasi protein ikan dan membentuk flavor dan aroma yang khas
(Budiman, 2004).
Penggaraman merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan bahan yang lebih baik. Dengan tingkat konsentrasi garam tertentu akan dihasilkan berbagai produk akhir yang memiliki karakteristik yang berbeda dari bentuk awalnya. Dalam proses penggaraman dikombinasikan dengan proses pengeringan untuk mendapatkan produk yang sempurna baik dari segi tekstur, rasa dan aroma yang khas. Untuk mendapatkan hasil yang baik konsentrasi garam harus disesuaikan dengan tujuan dari produk yang diinginkan baik untuk produk fermentasi maupun enzimatis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ini adalah jenis dan karakteristik bahan, konsentrasi garam, waktu penggaraman, dan suhu pengeringan (Budiman, 2004).

2.3.  Metode Penggaraman
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) pada dasarnya, metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (dry salting), penggraman basah (wet salting) dan kench salting. Namun selain itu terkadang dilakukan metode penggaraman campuran.
a. Penggaraman Kering (dry salting)
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya, ikan yang berukuran besar dibuang isi perut dan badannya dibelah dua. Dalam proses penggaraman ikan ditempatkan didalam wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demi selapis dengan setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan paling bawah wadah merupakan lapisan garam. Garam yang digunakan pada proses penggaraman umumnya berjumlah 10% - 35% dari berat ikan yang digarami (Fida, 2007).
Pada waktu ikan bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair), garam itu mula-mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akan meresap kedalam daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidak langsung menyerap air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lama larutan akan semakin banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikan semakin berkurang (Fida, 2007).

b. Penggaraman Basah (wet salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-35 % (dalam 1 liter air terdapat 30–35 gram garam). Ikan yang akan digarami dimasukkan kedalam larutan garam tersebut, kemudian bagian atas wadah ditutup dan diberi pemberat agar semua ikan terendam. Lama waktu perendaman tergantung pada ukuran ketebalan tubuh ikan dan derajat keasinan yang diinginkan (Fida, 2007).
Dalam proses osmosa, kepekatan larutan garam akan semakin berkurang karena adanya kandungan air yang keluar dari tubuh ikan, sementara itu molekul garam masuk kedalam tubuh ikan. Proses osmosa akan berhenti apabila kepekatan larutan diluar dan didalam tubuh ikan sudah seimbang (Fida, 2007).
c. Kench Salting
Pada dasarnya, teknik penggaraman ini sama dengan pengaraman kering (dry salting) tetapi tidak mengunakan bak atau wadah penyimpanan. Ikan dicampur dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutan air yang terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Kelemahan dari cara ini adalah memerlukan jumlah garam yang lebih banyak dan proses penggaraman berlangsung sangat lambat (Fida, 2007).
d. Campuran
Merupakan metode penggaraman yang dilakukan dengan cara penggabungkan penggaraman kering (dry salting) dan Penggaraman Basah (wet salting). Pelaksanaanya dengan cara melakukan penggaraman kering dahulu kemudian baru disusul oleh penggaraman basah. Secara teknis cara ini sangat efektif dalam proses inokulasi garam. Namun dari segi ekonomis merugikan karena kebutuhan garam yang dibutuhkan secara otomatis akan bertambah karena jumlah garam yang digunakan lebih banyak (Fida, 2007).
2.4.  Pengeringan
Pengeringan merupakan metode pengawetan produk yang pertama dilakukan oleh manusia. Selama proses pengeringan, ikan akan mengalami pengurangan kadar air yang mengakibatkan proses metabolisme bakteri pembusuk dalam tubuh ikan menjadi terganggu. Sehingga proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat atau dihentikan. Tahapan proses pengeringan terdiri dari : pengangkatan ikan dari wadah penggaraman, pencucian, pengeringan, peyortiran dan pengemasan (Budiman, 2004).
Peralatan yang diperlukan selama proses pengeringan terdiri dari wadah pencucian, para-para (untuk pengeringan alami), ruang pengeringan (untuk pengeringan mekanis), kardus pengepakan. Ada dua metode pengeringan yang bias dilakukan yaitu : Pengeringan alami dan pengeringan mekanis. Keuntungan pengeringan alami antara lain adalah tidak memerlukan peralatan dan keterampilan khusus tetapi memiliki kelemahan yaitu membutuhkan tempat yang luas serta waktu pengeringan (suhu) sulit dikendalikan. Keuntungan pengeringan mekanis antara lain : waktu pengeringan (suhu) dapat dikendalikan dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelemahan pengeringan mekanis antara lain membutuhkan sarana dan keterampilan khusus (Budiman, 2004).
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) cara pengeringan bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu pengeringan alami dan pengeringan mekanis (buatan).
a. Pengeringan alami.
Pengeringan alami adalah proses pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan media angin dan sinar matahari. Dalam pengeringan alam, ikan dijemur diatas rak-rak yang dipasang miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan ditempat terbuka supaya terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung. Keunggulan pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga gampang dilakukan oleh semua orang (Budiman, 2004).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering terhambat pada saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan, proses pembusukan kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan (Budiman, 2004).
Masalah lain yang dihadapi pada pengeringan alami adalah ikan yang dijemur ditempat terbuka gampang dihinggapi serangga atau lalat. Lalat yang hinggap akan meninggalkan telur, dalam waktu 24 jam telur tersbut akan menetas dan menjadi ulat yang hidup didalam daging ikan (Budiman, 2004).
b. Pengeringan Mekanis
Karena banyaknya kesulitan yang didapat pada proses pengeringan alami terutama pada saat musim penghujan, maka manusia mencoba membuat alat baru untuk menghasilkan produk yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Pada pengeringan mekanis, ikan disusun diatas rak-rak penyimpanan didalam ruangan tertutup yang dilengkapi dengan beberapa lubang ventilasi. Kedalam ruangan tersebut, ditiupkan hawa panas yang dihasilkan dari elemen pemanas listrik. Hawa panas ditiupkan dengan sebuah kipas angin atau blower supaya mengalir ke arah rak-rak ikan. angin yang membawa uap air dari tubuh ikan akan keluar dari lubang-lubang ventilasi (Budiman, 2004).
Pengeringan mekanis memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut :
1). Ketinggian suhu, kelembaban dan kecepatan udara mudah diatur
2). Sanitasi dan higiene lebih mudah dikendalikan
3). Tidak memerlukan tempat yang luas
4). Waktu pengeringan menjadi lebih teratur.



BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1.  Tempat dan Waktu
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboratrium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 04 Februari 2015 pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai.

3.2.  Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan kemunduran mutu ikan  adalah : Baskom, Pisau, Plastik, dan Timbangan Analitik. Bahan yang digunakan pada praktikum Penggaraman dan Pengeringan adalah: ikan salem (Elagatis bipinnulatus), ikan sarden (Sardinella lemuru), ikan sepat (Tricogaster pectoralis), ikan tongkol (Euthynnus affinis), air, garam halus, dan garam kasar.

3.3.  Cara Kerja
Digarami 5 %, dan 10 % selama 1 jam
 
3.3.1.  Penggaraman Kering
Ikan disiangi dan dicuci bersih
 
Dibelah dibentuk butterfly
 
 



                                                                        
Masukkan dalam desikator
 

Ikan asin
 
 





3.3.2.  Penggaraman Basah
 Rendam dalam larutan garam selama 60 menit
 
Ikan disiangi dan dicuci bersih
 
Dibelah dibentuk butterfly
 
Masukkan dalam desikator
 

Ikan asin
 

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
Tabel 4.1.  Hasil pada praktikum kali ini yaitu:
Kelompok dan Nama Ikan
Nomor Sampel
Berat Awal (g)
Berat Akhir (g)
Persentase (%)




1
Ikan tongkol (Euthynnus affinis)
1
198
93
46.97
2
188
92
48.94
2
Ikan salem (Elagatis bipinnulatus)
1
122
69
56.56
2
128
66
51.56
3
Ikan salem (Elagatis bipinnulatus)
1
105
60
57.14
2
63
35
55.55
4
Ikan sarden (Sardinella lemuru)
1
38
17
44.74
2
43
17
39.53
5
Ikan sarden (Sardinella lemuru)
1
47
12
25.53
2
110
35
31.82
6
Ikan sepat (TricogasterpEctoralis)
1
31
11
35.48
2
30
10
33.33
7
Ikan sepat (Trichogaster pectoralis)
1
30
12
40
2
29
9
31.03
8
Ikan tongkol (Euthynnus affinis)
1
269
-
-
2
240
182
75.83
9
Ikan salem (Scomber japonicas)
1
170
81
54
2
150
77
51.33

Tabel 4.2.  Ikan dengan konsentrasi 5%
Nilai
Kriteria
Penampakan
Aroma
Tekstur
Rasa
1
Amat sangat tidak suka




2
Sangat tidak suka




3
Tidak suka




4
Agak tidak suka
ü   
ü   

ü   
5
Netral




6
Agak suka




7
Suka


ü   

8
Sangat suka




9
Amat sangat suka





Tabel 4.3. Ikan dengan konsentrasi 10%
Nilai
Kriteria
Penampakan
Aroma
Tekstur
Rasa
1
Amat sangat tidak suka




2
Sangat tidak suka




3
Tidak suka
ü   



4
Agak tidak suka

ü   
ü   

5
Netral




6
Agak suka




7
Suka



ü   
8
Sangat suka




9
Amat sangat suka






4.2.  Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah penggaraman dan pengeringan. Penggunaan garam dilakukan untuk mengawetkan dan menyamarkan kerusakan yang dapat terjadi pada bahan pangan. Tujuan penggaraman adalah untuk pengawetan selain itu untuk mendapatkan perubahan bahan yang diinginkan seperti tekstur, warna, dan mendapatkan karakteristik tertentu dari produk dengan aroma dan rasa yang khas.  Fungsi dari penggaraman adalah menghambat atau membunuh bakteri pembusuk pada bahan dan membentuk struktur tertentu. proses penggaraman terdiri atas dua tahap yaitu penggaraman dan pengeringan. Terbukti dari hasil tekstur dari ikan berubah, warna juga berubah menjadi agak kecoklatan, dan aromanya juga khas. Dan dengan begitu ikan lebih tahan lama.
Menurut Muhammad Syarif Budiman (2004) pada dasarnya, metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu penggaraman kering (dry salting), penggraman basah (wet salting) dan kench salting. Namun selain itu terkadang dilakukan metode penggaraman campuran. Pengeringan merupakan metode pengawetan produk yang pertama dilakukan oleh manusia. Selama proses pengeringan, ikan akan mengalami pengurangan kadar air yang mengakibatkan proses metabolisme bakteri pembusuk dalam tubuh ikan menjadi terganggu. Sehingga proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat atau dihentikan. Tahapan proses pengeringan terdiri dari : pengangkatan ikan dari wadah penggaraman, pencucian, pengeringan, peyortiran dan pengemasan.




BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
1. Pada proses penggaraman terdapat empat metode yaitu dry salting, wet salting, kench salting dan campuran atau kombinasi.
2. Penggaraman secara dry salting sangat efektif dalam penyerapan air dari dalam tubuh ikan.
3. Garam memiliki sifat hidroskopis yang merupakan sifat dasar yang sangat penting dan dibutuhkan dalam proses penggaraman.
4. Pada hasil penggaraman yang perlakuan yang kurang baik akan menyebabkan timbulnya belatung atau larva.
5. Konsentrasi garam yang digunakan sangat mempengaruhi hasil dan kwalitas yang diperoleh.

5.2.  Saran
Sebaiknya para asisten bisa mengkondufsikan lingkungan agar jalannya praktikum bisa lancar.




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk oleh sebab itu agar sampai di tangan konsumen masih dalam keadaan baik, diperlukan cara-cara penanganan yang baik,dari sekian banyak upaya manusia untuk mempertahankan mutu ikan yang umum dilakukan adalah pengolahan secara tradisional dari pengawetan hasil ikan yang ditangkap diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan cara pemindangan (Fida, 2007).
Ikan pindang merupakan salahsatu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik dari pada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita-rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asins ehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang dan ikan asin ialah ikanpindang merupakan produk yang siapuntuk dimakan (ready to eat ). Disamping itujuga praktis semua jenisikan dari berbagaiukuran dapat diolah menjadi ikan pindang. (Astawan, 2007).
Dibanding pengolahan ikan asin, pemindangan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu cara pengolahannya sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal, hasilnya berupa produk matang yang dapat langsung dimakan tanpa perlu dimasak terlebih dahulu,rasanya cocok dengan selera masyarakat Indonesia pada umumnya, dapat dimakan dalam jumlah yang relative banyak, sehingga sumbang anproteinnya cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat (Astawan, 2007).
Berbeda dengan pembuatan ikanasin walaupun pindang di olah dengan mempergunakan garam namun yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada pengolahan pindang selain penggaraman juga dikombinasikan dengan proses pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyaikarakteristik tersendiri.Dari segi taknologi pengawetan produk pindang dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah awet (semi preserved), dibandingkan dengan ikan segar pindang masih mungkin sampai mencapai pelosok desa, meningat masih kurang tersedianya fasilitas pendinginikan. Dengan demikian upaya untuk memasyarakatkan makan ikan memperoleh jangkauan yang lebih luas (Astawan, 2007).

1.2.  Tujuan
Untuk menelaah pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi garam terhadap mutu organoleptik (penampakan, bau, konsistensi, dan rasa) ikan yang dihasilkan.








BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Sistematika dan Marfologi Ikan
2.1.1. Ikan  Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Fauzioyah (2005), sistematika ikan nila (Oreochormis niloticus) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : percoidae
famili               : chicilidae
genus               : Oreochromis
spesies             : Oreochromis niloticus
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromisniloticus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. GenusOreochromis merupakan genusikan yang beradaptasi tinggi dan mempunyai toleransi terhadap kualitas air dengan kisaran yang lebar. Genus ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim sekalipun karena sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan air tawar dari jenis lain tidak dapat hidup. Ciri ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah garis vertikal yang berwarna gelap di sirip ekor sebanyak enam buah, di sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), berpunggung tinggi dan rendah (Fauzioyah, 2005).
Ikan nila yang masih kecil belum tampak perbedaan alat kelaminnya. Setelah berat badannya mencapai 50 gram, dapat diketahui perbedaaan antara jantan dan betina. Untuk membedakan antara ikanjantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati seksama lubang genitalnya (kelaminsekunder). Pada ikan jantan, warna tubuhnya lebih gelap, tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, terdapat lubang anus dan satu lubang genital yang berupa tonjolan agak kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran air kencing dan sperma. Rasio jumlah ikan jantan dan betina ideal adalah 3:1, yaitu jumlah ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan. Padat penebaran disesuaikan dengan wadah atau kolam budidayanya. Bila ikan nila dipelihara dalam kepadatan populasi yang tinggi, pertumbuhannya kurang pesat. Kualitas air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat (Fauzioyah, 2005).

2.1.2. Ikan Kembung ( Rastrelliger kanagurta )
Menurut Fauzioyah (2005), sistematika Ikan Kembung ( Rastrelliger kanagurta ) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Actinopterygii
ordo                 : Perciformes
famili               : Scombridae
genus               : Rastrelliger
spesies             : Rastrelliger kanagurta
Ikan kembung atau sering kali disebut Indian mackerel, merupakan salah satu komoditas penting perikanan tangkap. Ikan kembung memiliki panjang maksimal 35 cm TL. Termasuk ikan pelagis di zona neritik, oseanodrom. Swimming layer berkisar antara 20 – 90 m. Larva kembung memakan fitoplakton seperti jenis diatom laut dan jenis zooplankton kecil seperti ladoceran, ostracods, larva polychaetes, dan lain-lain. Tubuh streamline. Panjang usus biasanya 1,4sampai 1,8 kali panjang FL. Warna tubuh terdapat garis hitam memanjang di bagian punggung dan bintik hitam di tubuh dekat sirip pectoral. Sirip dorsal berwarna kuning dengan ujung hitam. Sirip caudal dan pectoral berwarna kekuning-kuningan (Fauzioyah, 2005).

2.1.3. Ikan Sarden (Sardinella lemuru)
          Menurut Fauzioyah(2005) sistematika dari ikan sarden (Sardinella lemuru) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : Malacopterygii
family              : Cluipeidae
genus                           : Sardinella
spesies             : Sardinella lemuru
          Ikan sardin tersebar diseluruh perairan Indonesia melebar sampai ke utara sampai Oknawa dan ke selatan sampai ujung utara Australia ke barat samapai ke Afrika Timur. Ikan sardin betina memiliki ciri bentuk badan memanjang perut bulat dengan sisik duri 12-18 buah. Sirip perut sedikit menonjol dari pertengahan lebih dekat kearah moncong. Sirip punggung berjari-jari lemah 15-18 sedangkan sirip belakang 18-20, terdapat sisik tambahan pada sirip perutnya. Lapisan insang halus berjumlah 36-42 buah. Hidup di perairan pantai lepas dan pemakan plankton halus. Warna badan ikan sardin bagian atas berwarna biru kehijauan, bagian bawah berwarna putih perak, totol gelap pada bagian atas badan, siripnya abu-abu kekuningan, sirip ekor kehitaman sedikit kotor (Fauzioyah,2005).

2.1.4.  Sistematika dan Morfologi Ikan Tongkol
Menurut Fauzioyah (2005), klasifikasi Ikan Tongkol adalah sebagai berikut:
kingdom          :Animalia
filum                :Chordata
kelas                :Pisces
ordo                 :Percomorphi
famili               :Scombridae
genus               :Euthynnus
spesies             :Euthynnus affinis
Bentuk tubuh ikan tongkol seperti betuto, dengan kulit yang licin . Sirip dada melengkung, ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet(Fauzioyah, 2005).
          Ikan tongkol dapat mencapai ukuran panjang 60– 65 cm dengan berat 1.720 gr pada umur 5 tahun. Panjang pertama kali matang gonad ialah 29– 30 cm. 
Ikan tongkol memiliki 10– 12 jari-jari sirip punggung, 10– 13 jari-jari halus sirip punggung, 10– 14 jari-jari halus sirip dubur, dengan warna punggung kebiru-biruan, ungu tua bahkan berwarna hitam pada bagian kepala. Sebuah pola 15 garis-garis halus, miring hampir horisontal, garis bergelombang gelap di daerah scaleless diatas gurat sisi (linea lateralis). Bagian bawah agak putih (cerah). Dada dan sirip perut ungu, sisi bagian dalam mereka hitam. Badan kuat, memanjang dan bulat. Gigi kecil dan berbentuk kerucut, dalam rangkaian tunggal. Sirip dada pendek, tapi mencapai garis vertikal melewati batas anterior dari daerah scaleless atas corselet. Sebuah flap tunggal besar (proses interpelvic) antara sirip perut. Tubuh telanjang kecuali untuk corselet, yang dikembangkan dengan baik dan sempit di bagian posterior (tidak lebih dari 5 skala yang luas di bawah asal-sirip punggung kedua). Sebuah keel pusat yang kuat pada setiap sisi dasar sirip ekor-kecil antara 2 keel
(Fauzioyah, 2005).

2.1.5.  Sistematika dan Morfologi Ikan Salem
          Sistematika ikan salem (Elagatis bipinnulatus) menurut Fauzioyah (2005) adalah sebagai berikut :
kingdom          : Animalia
filum                : Chordata
kelas                : Pisces
ordo                 : Pecoidae
famili               : Caransida
genus               : Elagatis
spesies             : Elagatis bipinnulatus
Daerah penyebaran dari ikan ini ada di perairan dan kandang berada di sekitar karang-karang di seluruh Indonesia melebar sampai teluk benggala, teluk siam, sampai laut Cina Selatan, Philipina Selatan sampai ke perairan panas Australian. Memiliki bentuk struktur yang memanjang langsing sampai meradu beradu dengan menggunakan kepalanya yang berbentuk runcing. Lapisan insang pada busurnya yang pertama pada insang bagian bawah memiliki sebanyak 25-26 sirip punggung kedua berjari-jari keras dibelakang siripnya yaitu sirip dubur dan punggung kedua terdapat satu buah jari-jari sirip buatan tambahan (Fauzioyah, 2005).
Ikan salem kemudian dapat dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, dan termasuk dalam harga sedang. Dapat dimanfaatkan menjadi ikan peda. Dengan cara menggunakan proses fermentasi pada daging ikan. Pada daging ikan yang memiliki mutu baik dalam memiliki rasa yang khusus, ini jenis yang sangat disukai oleh banyak kalangan konsumen dan dagingnya berwarna kecoklatan ini terjadi akibat dari proses oksidasi terhadap lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan tersebut (Fauzioyah, 2005).

2.2.  Metode Pemindangan
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pengasapan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan memanaskan ikan dalam susana bergaram dalam waktu tertentu didalam suatu wadah. Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran (Adawyah,  2007).
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama pada bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur daging ikan berubah menjadi lebih kompak..Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet ketimbang masih segar (Adawyah,  2007).

2.2.1.  Pemindangan garam
          Pada teknikini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun berlapis-lapis di dalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso tanah (belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang cukup lama (sekitar 4 – 6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan selembar kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam (Budiman, 2004).

2.2.2.  Pemindangan air garam (brineboiling)
Teknik ini ikan ditaburi garam disusun diatas keranjang atau rak bambu disebut “naya”. Beberapa naya diisi ikan dan disusun vertical pada suatu kerangka lalu dicelupkan kedalam air garam mendidih didalam wadah yang terbuka dan lama pembuatan relatif jauh lebih singkat dari pada teknik pemindangan garam. Setelah proses perebusan selesai, wadah di mana ikan tersusun diangkat, kemudian direndam atau disiram dan didinginkan untuk siap didistribusikan dan dipisahkan (Budiman, 2004).

2.3.  Jenis-jenis Pemindangan
2.3.1.  Pindang Bawean
Alat dan bahan yang harus disediakan adalah pendil atau paso, daun pisang kering dan garam sebanyak 20–30% dari berat ikan. Gunakan garam yang kemurniannya tinggi kemudian ikan dicuci bersih setelah dibuang isi perut dan insangnya lalu ditaburi garam secukupnya (Santoso, 1998).
Perlakuan untuk cara ini, ikan dimasukkan kedalam pendil diatur berlapis-lapis serapat mungkin. Di antara lapisan diberikan garam,setelah pendil/paso penuh ikan ditambahkan air sampai ikan terendam. Pendil/paso dipanaskan diatas api sampai ikannya masak, yaitu apabila daging dekat ekor dan kepala susah retak-retak, air yang tersisa dikeluarkan. Setelah selesai pendil dibingkus dengan daun jati kemudian diikat supaya tidak pecah selama penyimpanan dan pengangkutan. Pindang bisa tahan sampai 3 bulan dan biasanya pemindangan dilakukan terhadap ikan layang (Decapterus spp) dan ikan Bandeng (Chanos-chanos) (Santoso, 1998).

2.3.2.  Pindang Muncar
Pindang muncar beda dengan bawean yaitu dalam acara pemasakan yaitu tidak direbus tetapi dikukus diatas tungku khusus,sedangkan tempat yang dipakai bukan pendil/paso tanah, tetapi loko yaitu semacam ayakan dari bambu. Pada pemindangan cara ini harus disediakan loko, peti pemasakan, tungku khusus serta belanga atau wajan besar. Ikan dicuci bersih,di mana isi perut dan insangnya tidak dibuang, kemudian ikan yang sudah bersih direndam dalam air garam jernih (lk. 25%) selama 15 – 30 menit (Santoso, 1998).
Kemudian ikan diatur/dijajar di atas loko sampai penuh dan ditiriskan ditempat teduh sampai kering. Loko/ayakan bambu dimasukkkan ke dalam peti pemasakan sampai penuh,air dimasak dalam belanga sampai mendidih kemudian peti yang berisi loko/ikan diletakkan diatas belanga sehingga uap air menghembus ikan diatasnya (Santoso, 1998).
Setiap 15 menit loko/ayakan bambu yang berisi ikan dibagian teratas dipindahkan ke bagian terbawah dan loko-loko lainnya digeser ke rak atasnya. Ikan sekali-kali dibalik supaya masak merata. Ikan akan masak bila dikukus selama 1 jam, setelah masak ikan bersama lokonya disimpan dalam rak-rak bambu di tempat yang teduh, dibiarkan semalam sehingga kulit ikan menjadi kering dan mengkilap dan pindang ini bertahan selama 7 – 15 hari (Santoso, 1998).

2.3.3. Pindang Gaya Baru
Pindang gaya baru merupakan cara olahan ikan pindang yang baru. Cara membuatnya yaitu: alat dan bahan yang harus disediakan adalah besek bambu, merang atau daun pisang kering dan garam sebanyak 20 – 50% dari berat ikan. Ikan yang telah dicuci bersih, dilumuri denagn garam dan diatur berlapis-lapis dalam besek yang alasnya sudah diberi merang atau daun pisang kering (Santoso, 1998).
Di atas lapisan merang dan di antara lapisan-lapisan ikan diberi garam, ikan dalam besek dibiarkan selama 1 – 3 jam supaya garam meresap ke dalam daging ikan. Kemudian besek dimasukkan ke dalam belanga yang berisi larutan garam yang mendidih. Setelah + 45 menit besek diangkat dan ditiriskan lalu disimpan. Cara dibandingkan dengan cara Bawea dan Muncar lebih bersih, lebih sedap dan dagingnya lebih padat. Pindang ikan bias tahan sampai 3 bulan (Santoso, 1998).


BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1.  Tempat dan Waktu
Praktikum Pemindanganini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya. Praktikum pemindangan ini dilaksanakanpada tanggal 31 Maret 2015 pukul 10.00 WIB.

3.2.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum penggaraman dan pengeringan ini adalah autoclave, baskom, pisau, telenan serta timbangan analitik, Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum pemindangan ini adalah garam halus, garam kasar, ikan nila (Oreochromis niloticus)ikan salem (Elagatis bipinnulatus), ikan sarden (Sardinella lemuru) dan ikan tongkol (Euthynnus affinis)).

3.2.3. Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum pemindangan ini adalah :
1.        Ikan disiangi serta dibuang isi perut (jeroan) dan dicuci hingga bersih.
2.        Rendam ikan dengan air teh selama 10 menit untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan.
3.        Kemudia ikan dilumuri dengan bumbu dan garam.
4.        Ikan dibungkus dengan alumunium foil kemudian dimasukkan kedalam autoclave.
5.        Rebus ikan sampai masak yang ditandai dengan retaknya pangkal ekor.
6.        Ikan didinginkan dengan cara mendiamkan autoclave selama setengah jam.
7.        Uji mutu organoleptik terhadap ikan pindang meliputi penampakan, bau, konsistensi, dan rasa.

                                                 



BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.  Hasil
Praktikum dasar-dasar teknologi pengolahan ikan dengan judul materi pemindangan berdasarkan praktikum hasil yang didapatkan dapat dilihat dari tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil pengamatan Praktikum Pemindangan
Kelompok
Berat ikan
Konsentrasi
Berat garam
1.Nila
30g
10%
3g
2.   Kembung
50g
15%
7,5g
3.   Sarden
40g
15%
6g
4.   Sarden
40g
15%
6g
5.   Tongkol
80g
20%
16g
6.   Salem
60g
15%
9g
7.   Nila
30g
10%
3g
8.   Nila
30g
10%
3g
9. Salem
60g
15%
9g

Tabel 4.2. Hasil pengamatan uji organoleptik ikan 1
Nilai
Kriteria
Penampakan
Aroma
konsentrasi
Rasa
1
Amat sangat tidak suka




2
Sangat tidak suka




3
Tidak suka




4
Agak tidak suka




5
Netral




6
Agak suka




7
Suka




8
Sangat suka


ü   

9
Amat sangat suka
ü   
ü  

ü   

Tabel 4.3. Hasil pengamatan uji organoleptik ikan 2
Nilai
Kriteria
Penampakan
Aroma
konsentrasi
Rasa
1
Amat sangat tidak suka




2
Sangat tidak suka




3
Tidak suka




4
Agak tidak suka




5
Netral




6
Agak suka




7
Suka




8
Sangat suka




9
Amat sangat suka
ü   
ü  
ü   
ü   


4.2.  Pembahasan
Pada percobaan pemindangan ini menggunkan ikan sarden sebagai produk olahan ikan pindang yang dihasilkan dalam proses pemindangan. pada proses pemindangan ini karena ikan sarden yang digunakan untuk olahan pemindangan ukurannya tidak terlalu begitu besar maka dapat menggunakan garam halus untuk pemindanganya. pada proses pemindangan garam digunakan untuk pemberi cita rasa pada ikan pindang yang dihasilkan namun garam juga berfungsi sebagai pengawet pada ikan pindang.
Pada percobaan pemindangan ini kelompok kami menggunakan metode pemindangan garam. Bahan yang digunakan adalah ikan tongkol. Perlakuan penggaraman untuk ikan tongkol yang digunakan adalah sebanyak 20%. Perlakuan terhadap ikan pindang yang dihasilkan tidak berbeda. Ikan tongkol yang akan diolah menjadi ikan pindang dibungkus dengan menggunakan aluminium foil dan direbus ke dalam autoclave selama 20 menit.
Untuk pemindangan garam ini kami menggunakan air teh sebagai edia yang berfungsi untuk menghilangkan bau amis dan bau lumpur yang terdapat pada ikan yang akan diolah menjadi ikan pindang sehingga dapat menghasilkan olahan ikan pindang yang memiliki mutu dan kualitas yang tinggi. Selain menggunakan air teh pemindangan juga menggunakan bumbu pindang halus yang terdiri dari cabe, bawang, kunyit dan laos yang berfungsi sebagai pemberi cita rasa pad ikan pindang yang dihasilkan selain itu bumbu pindang juga berfungsi untuk mengawetkan ikan dan pemberi aroma harum. Daun salam yang digunakan pada ikan pindang berguna untuk pemberi aroma kusus pada ikan pindang yang dihasilkan.
Pada perebusan ikan pindang direbus kedalam autoclave selama 20 menit adalah perebusan pemindangan garam yang menggunakan wadah yang kedap air. Perebusan ikan pindang memerlukan caktu yang lama untuk dapat menghasilkan produk olahan ikan pndang yang memiliki mutu dan aroma yang baik. Perebusan yang lama digunakan untuk peresapan dan pemberian bumbu pindang terhadap ikan pindang yang dihasilkan.
Setelah perebusan ikan selesai ikan didinginkan dan dilakukan uji organoleptik terhadap ikan pindang yang dihasilkan, pengujian organoleptik di nilai dengan pelihat penampakan, bau, konsentrasi dan rasa ikan pindang yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik dari ikan pindang dari kelompok kami adalah utuh ikan tongkol memiliki tekstur yang baik dengan penampakan ikan pertama yang utuh, bersih, rapi, dan sangat menarik dengan konsentrasi 9. Ikan tongkol hasil kelompok kami memiliki spesifikai bau harum, segar, dan spesifik jenis ikan dengan konsentrasi 9. Konsentrasi ikan tongkol padat, kompak dan agak lembak dengan konsentrasi 8. Serta memiliki rasa yang sangat enak sekali, gurih dan spesifik jenis ikan. Dari pemberian konsentrasi ikan pindang yang dihasilkan sangat baik.
Pada uji organoleptik terhadap ikan pindang kedua memiliki penampakan yang utuh, rapi, bersih dan sngat menarik ini disebabkan karena pada saat membuka aluminium foil tidak terdapat kecerobohan dari hal-hal yang tidak diinginkan dari produk ikan pindang.selin itu ikan kedua memiliki bau harum, segar dan spesifik jenis ikan pindang yang disebabkan karena pemberian bumbu ikan pindang sebelum perebusan yang merata yang menyebabkan memiliki bau yang enak.konsentrasi yang padat dan kompak ini disebabkan karena pengolahan pada saat penyiangan dan pencucian dilakukan dengan benar dan ikan sebagai bahan baku pemindangan masih memiliki mutu kesegaran ikan yang tinggi dan segar serta ikan pindang yang dihasilkan agak lembab. Rasa yang dihasilkan pada ikan pindang kelompok kami memiliki rasa sangat enak, gurih dan spesifik jenis ikan pindang.
Dari aroma yang dihasilkan oleh masing-msing perlakuan garam dari ikan pindang yang dihasilkan menggunakan garam halus memiliki aroma yang kas dan baik serta aroma sangat mnarik dibandingkan dengan ikan yang menggunakan garam kasar. Hal ini disebabkan karena tekstur dari garam halus memiliki penyebaran garam yang merata sehingga aromanya lebih baik.
Dari seluruh ikan pindang yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi garam yang berbeda dari uji organoleptik ikan pindang yang dihasilkan yang baik dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan pindang dengan konsentrasi garam 15% dan 20%. Hal ini disebabkan karena konsentrasi bumbu yang baik dan banyak sehingga rasa dari bumbu ikan pindang yang dihasilkan memilki rasa yang lebih terasa, aromanya lebh harum dan lebih baik. Pelumuran bumbu dilakukan baik didalam dan diluar tubuh ikan pindang. Pelumuran bumbu didalam tubuh ikan memerlukan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan dengan diluar tubuh ikan pindang yang dihasilkan.



BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan praktikum pemindangan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.   Pemindangan adalah salah satu proses pengawetan ikan dengan cara ikan direndam dalam suasana bergaram dalam suatu wadah yang kedap air.
2.   Air teh yang digunakan pada proses olahan ikan pindangan berfungsi sebagai menghilangkan bau amis dan bau lumpur yang terdapat pada ikan.
3.   Pemberian bumbu pada olahan ikan pindang berguna untuk pemberi citarasa dan aroma yang baik terhadap mutu ikan pindang yang dihasilkan
4.   Perlakuan pemberian bumbu yang baik akan menghasilkan cita rasa yang baik.
5.   Fungsi pengawetan dengan  garam adalah untuk menunda autolisis, dan dapat membunuh bakteri pembusuk secara langsung. Kematian bakteri dalam proses penggaraman disebabkan karena garam menarik air dari dalam tubuh ikan melalui proses osmosis.

5.2.Saran
Kelengkapan alat laboratorium harus dapat dipenuhi agar pada saat praktikum selanjutnya alat yang digunakan dalam praktikum lebih bias menunjang jalannya praktikum sehingga praktikum dapat berjalan lebih efektif.