PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manipulasi kromosom
mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan sel, dasarnya adalah
penambahan atau pengurangan set haploid atau diploid.Pada ikan dan hewan
lainnya dengan fertilisasi eksternal, proses-proses buatan dapat dilakukan
untuk salah satu gamet sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada
beberapa periode selama formasi pada zigot (Purdom,1983). Salah satu metode
manipulasi kromosom adalah poliploidisasi. Tujuan manipulasi poliploidi adalah
pemuliaan pada flora maupun fauna. Individu poliploidi secara fenotif, berbeda
dengan diploid maupun haploid.
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi
kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna
menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain:
pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap
penyakit. Poliploidisasi pada ikan
dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock)
suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure atau secara kimiawi untuk
mencegah peloncatan polar body II atau pembelahan sel pertama pada telur
terfertilisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlakuan untuk
menghasilkan poliploidisasi pada ikan juga mempengaruhi laju penetasan, abnormalitas,
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan(Taufiq, 2001).
Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik
perhatian masyarakat petani ikan maupun para peneliti di bidang perikanan. Metode
manipulasi kromosom (gamet) pada ikan merupakan salah satu terobosan teknologi
untuk menghasilkan ikan yang unggul.
1.2 Rumusan Masalah
1). Apa yang dimaksud dengan poliploidisasi?
2). Apa saja metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi?
3). Bagaimana proses dari teknik poliploidisasi?
4). Apa saja analisisdari teknik poloploidisa?
1.3 Tujuan
1). Untuk mengetahui tentang poliploidisasi
2). Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi
3). Untuk mengetahui proses dari teknik poliploidisasi
4). Untuk mengetahui analisis dari teknik poliploidisasi
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Poliploidisasi
Polipliodisasi adalah
Proses pergantian kromosom dimana individu yang dihasilkan mempunyai lebih dari
dua set kromosom. Poliploidisasi adalah
usaha, proses atau kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari
satu set (Effendie,1997). Poliploidisasi merupakan
salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas
genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan,
antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten
terhadap penyakit.
Poliploidi adalah
organisme yang mempunyai lebih dari dua set kromosom atau genom dalam sel
stomatisnya. Untuk organisme yang mempunyai jumlah kromosom dari kelipatan
jumlah kromosom dasar (n) disebut haploid. Bila jumlah kromosom individu bukan
merupakan kelipatan n disebut aneuploid, misalnya 2n+1 atau 2n-1. Jumlah yang
lebih kecil daripada kelipatan n disebut hyperploid, sedang yang lebih besar
disebut hypoploid ( Yatim, 1990 ). Poliploidi adalah
kondisi pada suatu organisme yang memiliki
set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan
demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang
dilakukan orang untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi. Organisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya. Organisme
ini disebut diploid (disingkat 2n).
Tipe
poliploid dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam
kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di alam. Autopoliploid terjadi apabila
suatu spesies, karena salah satu sebab di atas, menggandakan set kromosomnya
dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola pembelahan sel
autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau delapan set
kromosom. Triploid karena autopoliploid dapat bersifat fertil. Allopoliploid terjadi karena
persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel
dalam meiosis.Amfidiploid adalah
allotetraploid yang perilaku pembelahan selnya serupa dengan diploid. Allopoliploidi
segmental terjadi apabila sebagian kromosom berasal dari genom yang
berbeda (tidak semuanya berasal dari set kromosom yang lengkap). Suatu spesies
dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan evolusinya berasal
dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid.
Manipulasi
poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang mempunyai lebih dari 2 set
kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan pemuliaan terhadap flora dan fauna
untuk memperbaiki mutu yang lebih baik dari jenis atau organisme sebelumnya. Individu
normal di alam pada umumnya memiliki 2 set kromosom yang biasa disebut diploid
(2n). Individu diploid yang menghasilkan mutan gamet haploid (n), biasanya
berumur pendek. Apabila telur dari organisme diploid dirangsang untuk menjalani
embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma, lebih dahulu aka menghasilkan
individu haploid yang menyimpang (Adisoemarto, 1988). Manipulasi poliploidi
menghasilkan individu triploid, tetraploid dan ploid yang lebih tinggi. Poliploid
ini dapat tumbuh lebih pesat dibandingkan individu diploid dan haploid.
Individu triploid memiliki sifat steril dan individu tetraploid bersifat fertil
(Sistina, 2000).
2.2 Metode
Poliploidisasi
Poliploidisasi pada ikan
dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock) suhu
panas maupun dingin, hydrostatic pressure, Kejutan listrik dan radiasi.
Sedangkan cara kimia dilakujan dengan zat-zat anti pembelahan seperti kolkisin,
sitokalasin dan vncristine. untuk mencegah peloncatan polar bodyII atau
pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi. Masing-masing memiliki
intensitas, lama dan waktu perlakuan yang kritis dan perlu evaluasi lebih
lanjut, sedangkan tiap spesiesmungkin memiliki perbedaan dalam merespons
masing-masing perlakuan tersebut (Johnstone, 1993). Peloncatan polar bodyII
terjadi 3–7 menit setelah fertilisasi padabeberapa spesies (Carman et al.,
1991), sedangkan pembelahan mitosis pada ikan mas terjadi 20–40 menit setelah
fertilisasi. Kejutan suhu selain murah dan mudah, juga efisien dapat dilakukan
dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991). Kejutan panas mudah dan sering digunakan
untuk aplikasi poliploidisasi pada beberapa spesies ikan. Komen (1990)
menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk mencegah terlepasnya polar bodyII.
Pendekatan praktis untuk
induksi poliploid melalui kejutan panas merupakan perlakuan aplikatif sesaat
setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan
pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu sublethal. Tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu
kejutan, dan lama kejutan. Nilaiparameter tersebut berbeda untuk setiap
spesies.Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis
meiosis pada ikan mas dan triploid massal pada Clarias batrachus L. Kejutan suhu panas 40°C umum digunakan pada
ikan mas dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara 1,5–2 menit, 2 menit
atau 1–3 menit. Ikan mas hasil gynogenesis mitosis dihasilkan melalui
kejutan panas 29Berk. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas
134 menit setelah fertilisasi atau 28–30 menit setelah fertilisasi.
Di alam, poliploid dapat
terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrem, atau persilangan yang
diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi
tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau
partenogenesis, dan menyebar luas. Usaha poliploidisasi buatan dilakukan dengan
alasan untuk memperoleh bentuk-bentuk baru yang memiliki sifat lebih baik. Sifat-sifat baik yang diharapkan dari bentuk
poliploid antara lain adalah: lebih unggul, mempunyai kualitas dan kuantitas
yang lebih baik, mempertahankan sifat-sifat baik dari bentuk-bentuk
heterozigot, menghilangkan sterilitas karena sebab genetik, menghilangkan
incompatibilitas, mendapatkan pasangan seimbang untuk spesies tetraploid yang
telah ada.
2.3 Proses
Poliploidisasi
Proses awal pembentukan
oosit I hingga fase meiosis I, akan menghasilkan: oosit II yang mengandung
sitoplasma dan polar bodi II. Bila pada fase ini terjadi fertilisasi oleh
spermazoa, maka oosit II menjadi totipotensi aktif. Dalam tahap penggabungan
kromosom ini, pelakuan kejut segera laksanakan. Untuk mendapatkan individu poliploid
yang diinginkan dapat dilakukan berbagai kejutan seperti suhu panas, dingin,
tekanan (hydrostatic pressure) dan menggunakan bahan kimiawi. Bahan
kimia yang digunakan adalah kolkisin atau kolsemid. Tujuannya adalah untuk
menghalangi peloncatan polar body II, bersama pronuklei betina dan jantan akan
membentuk zigot poliploidi. Penggunaan zat kimia memiliki tujuan sama, yakni
untuk menimbulkan kerusakan mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan
kerusakan selama pembentukkan gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan
menghasilkan zigot poliploid. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejut
panas adalah waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama kejutan. Nilai parameter
tersebut berbeda pada setiap jenis.
Menurut hasil penelitian
Mukti et al., (2001) ploidisasi dilakukan setelah menghitung jumlah nukleus,
kemudian memberi perlakuan kejut suhu 40°C selama 1,5 menit maka akan
dihasilkan triploid 70 % dan tetraploid sebesar 60 %.Perlakuan ini efektif
untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan.
2.3.1 Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk
pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi antara ovum dan
sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan sperma
terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak
dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum
yang telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan
terbentuklah sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan
(1n) dan pronukleus betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan
selanjutnya zigot akan melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002). Proses
pembentukan ikan poliploid khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan
pembentukan ikan normal (diploid).
2.3.2 Pembentukan Ikan Normal (Diploid)
Proses pembentukan ikan normal adalah
dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal yang mempunyai 2N kromosom oleh
sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N kromosom, kemudian telur akan mengalami
peloncatan polar bodi II, yaitu 1N kromosom dari telur akan meloncat keluar
sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom yang masing-masing berasal dari
kedua induknya (jantan dan betina). Proses selanjutnya adalah terjadi
pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio berkembang dan menetas menjadi
ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.
2.3.3 Pembentukan Ikan Triploid
Triploidisasi dalam
usaha budidaya dilakukan karena dua alasan yaitu pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan dengan ikan diploid dan kerena ikan triploid ini umumnya steril.
Kesterilan ini dapat mencegah gametogenesis dan menghemat pemakaian energi dan
materi. Ikan triploid bersifat steril karena kromosom homolognya tidak dapat
bersinapsis untuk gametogenesis.
Akibat kondisi steril ini makanan yang seharusnya digunakan untuk perkembangan gonad dan reproduksi akan digunakan untuk pertumbuhan badan dan akibatnya berpengaruh besar kepada laju konversi makanan dan kecepatan tumbuh. Karena itu budidayanya lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan diploid. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selama pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Akibat kondisi steril ini makanan yang seharusnya digunakan untuk perkembangan gonad dan reproduksi akan digunakan untuk pertumbuhan badan dan akibatnya berpengaruh besar kepada laju konversi makanan dan kecepatan tumbuh. Karena itu budidayanya lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan diploid. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selama pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Dari beberapa hasil
penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus
carpio L.) disebutkan terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan
panas, lama waktu dan intensitas suhu kejutan panas yang optimal untuk
menghasilkan ikan triploid.Pembentukan ikan triploid dilakukan dengan cara
memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah fertilisasi. Berdasarkan
atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa pemberian kejutan
panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua menit, mempunyai
efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti (2000)
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit
setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk menghasilkan
ikan triploid.
Selain dengan kejutan
panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid dapat dibentuk
dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan diploid,
induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid
menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan
dihasilakn zigot triploid.
2.3.4 Pembentukan Ikan Tetraploid
Pada dasarnya
pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan pembentukan ikan
triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan yang pokok
yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah
difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya
peloncatan polar bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan
setelah terjadinya peloncatan polar bodi II. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
kejutan panas diberikan setelah kromosom mereplikasi dan nukleus zigot sedang
terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot diploid saat atau sebelum
mengalami mitosis. Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan kromosomnya
saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara mitosis pada
zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu kromosom
yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid)
.Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda
dengan waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping
waktu yang perlu diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya
suhu yang diberikan.
Dari penelitian yang
telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu pemberian
kejutan panas sebesar 40°C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selama dua
menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk
pemberian kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.
2.4 Analis Poliplodisasi
Analisis
poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui
ploidi dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan
dengan berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik
langsung merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup
terutama eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untuk menentukan
ploidi atau jumlah perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung
(Firdaus, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan
ploidi atau jumlah perangkat kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi
genetik yang diukur secara tidak langsung, prinsip penggunaan teknik tidak
langsung adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas
karakter yang diukur.
Metode
langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan
kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau
sel, elektrophoresis protein, pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah
nukleolus. Terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom
pada tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, jumlah nukleolus dapat digunakan
untuk menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode
nukleolus ini adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus
(2002) bahwa jumlah maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan
adalah tertentu, dengan demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu
organisme mempunyai kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan
jumlah materi genetiknya.
Individu
haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus per
sel, dan triploid mempunyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya.
Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya
mengandung satu kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti
diploid normal menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diungkapkan
Carman dkk. (1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai
kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas
pernyataan tersebut diharapkan sel diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya
mampu membentuk maksimal dua nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga
nukleolus demikian pula pada tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus.
Pengertian Nucleolus Organizer
Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi
membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi
beberapa tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r).
Dari
penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi,
variasi ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak
aktif mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan
adanya fusi dan fisi antar nukleolus . Variasi jumlah nukleolus ini dapat
dipahami bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini
berhubungan dengan proses aktifitas fisiologis setiap sel, saat tahap
embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah nukleolus akan
dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat mencapai ratusan
nucleolus.
Manipulasi
kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya triploid
dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun heterozigot.
Manipulasi kromosom pada ikan merupakan salah satu strategi yang diharapkan
dapat digunakan untuk memproduksi keturunan dengan sifat unggul dan kualitas
genetiknya baik, seperti memiliki pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap penyakit,
kelangsungan hidup tinggi, toleran terhadap perubahan lingkungan (suhu, pH,
oksigen terlarut, salinitas) dan mudah dibudidayakan (Mukti, 1999).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manipulasi poliploidi
merupakan cara untuk merubah individu haploid atau diploid menjadi individu
triploid, tetraploid, pentaploid dan seterusnya. Beberapa proses dapat
dilakukan secara alami melalui nondisjungsi maupun rekayasa dengan kejut suhu
panas, dingin, tekanan dan bahan kimia pada telur yang telah dibuahi
spermatozoa. Perlakuan ini, untuk mendapakan jenis baru yang berkualitas,
tumbuh cepat besar, bentuk menarik. Individu poliploidi mudah beradaptasi dan
dapat sebagai kontrol lingkungan untuk individu lain.