Saturday 11 June 2016

MAKALAH TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN POLIPLOIDISASI

 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan sel, dasarnya adalah penambahan atau pengurangan set haploid atau diploid.Pada ikan dan hewan lainnya dengan fertilisasi eksternal, proses-proses buatan dapat dilakukan untuk salah satu gamet sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada beberapa periode selama formasi pada zigot (Purdom,1983). Salah satu metode manipulasi kromosom adalah poliploidisasi. Tujuan manipulasi poliploidi adalah pemuliaan pada flora maupun fauna. Individu poliploidi secara fenotif, berbeda dengan diploid maupun haploid.
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit. Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock) suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure atau secara kimiawi untuk mencegah peloncatan polar body II atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlakuan untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan juga mempengaruhi laju penetasan, abnormalitas, kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan(Taufiq, 2001).
Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik perhatian masyarakat petani ikan maupun para peneliti di bidang perikanan. Metode manipulasi kromosom (gamet) pada ikan merupakan salah satu terobosan teknologi untuk menghasilkan ikan yang unggul.

1.2 Rumusan Masalah
1). Apa yang dimaksud dengan poliploidisasi?
2). Apa saja metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi?
3). Bagaimana proses dari teknik poliploidisasi?
4). Apa saja analisisdari teknik poloploidisa?
1.3 Tujuan
1). Untuk mengetahui tentang poliploidisasi
2). Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi
3). Untuk mengetahui proses dari teknik poliploidisasi
4). Untuk mengetahui analisis  dari teknik poliploidisasi


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Poliploidisasi 
Polipliodisasi adalah Proses pergantian kromosom dimana individu yang dihasilkan mempunyai lebih dari dua set kromosom. Poliploidisasi adalah usaha, proses atau kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari satu set (Effendie,1997). Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit.
Poliploidi adalah organisme yang mempunyai lebih dari dua set kromosom atau genom dalam sel stomatisnya. Untuk organisme yang mempunyai jumlah kromosom dari kelipatan jumlah kromosom dasar (n) disebut haploid. Bila jumlah kromosom individu bukan merupakan kelipatan n disebut aneuploid, misalnya 2n+1 atau 2n-1. Jumlah yang lebih kecil daripada kelipatan n disebut hyperploid, sedang yang lebih besar disebut hypoploid ( Yatim, 1990 ). Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasiOrganisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya. Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n).
Tipe poliploid dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di alam. Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab di atas, menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola pembelahan sel autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau delapan set kromosom. Triploid karena autopoliploid dapat bersifat fertil. Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam meiosis.Amfidiploid adalah allotetraploid yang perilaku pembelahan selnya serupa dengan diploid. Allopoliploidi segmental terjadi apabila sebagian kromosom berasal dari genom yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set kromosom yang lengkap). Suatu spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan evolusinya berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid.
Manipulasi poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang mempunyai lebih dari 2 set kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan pemuliaan terhadap flora dan fauna untuk memperbaiki mutu yang lebih baik dari jenis atau organisme sebelumnya. Individu normal di alam pada umumnya memiliki 2 set kromosom yang biasa disebut diploid (2n). Individu diploid yang menghasilkan mutan gamet haploid (n), biasanya berumur pendek. Apabila telur dari organisme diploid dirangsang untuk menjalani embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma, lebih dahulu aka menghasilkan individu haploid yang menyimpang (Adisoemarto, 1988). Manipulasi poliploidi menghasilkan individu triploid, tetraploid dan ploid yang lebih tinggi. Poliploid ini dapat tumbuh lebih pesat dibandingkan individu diploid dan haploid. Individu triploid memiliki sifat steril dan individu tetraploid bersifat fertil (Sistina, 2000).

2.2 Metode Poliploidisasi 
Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock) suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure, Kejutan listrik dan radiasi. Sedangkan cara kimia dilakujan dengan zat-zat anti pembelahan seperti kolkisin, sitokalasin dan vncristine. untuk mencegah peloncatan polar bodyII atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi. Masing-masing memiliki intensitas, lama dan waktu perlakuan yang kritis dan perlu evaluasi lebih lanjut, sedangkan tiap spesiesmungkin memiliki perbedaan dalam merespons masing-masing perlakuan tersebut (Johnstone, 1993). Peloncatan polar bodyII terjadi 3–7 menit setelah fertilisasi padabeberapa spesies (Carman et al., 1991), sedangkan pembelahan mitosis pada ikan mas terjadi 20–40 menit setelah fertilisasi. Kejutan suhu selain murah dan mudah, juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991). Kejutan panas mudah dan sering digunakan untuk aplikasi poliploidisasi pada beberapa spesies ikan. Komen (1990) menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk mencegah terlepasnya polar bodyII.
Pendekatan praktis untuk induksi poliploid melalui kejutan panas merupakan perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu sublethal. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu kejutan, dan lama kejutan. Nilaiparameter tersebut berbeda untuk setiap spesies.Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis meiosis pada ikan mas dan triploid massal pada Clarias batrachus L. Kejutan suhu panas 40°C umum digunakan pada ikan mas dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara 1,5–2 menit, 2 menit  atau 1–3 menit. Ikan mas hasil gynogenesis mitosis dihasilkan melalui kejutan panas 29Berk. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas 134 menit setelah fertilisasi atau 28–30 menit setelah fertilisasi.
Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas. Usaha poliploidisasi buatan dilakukan dengan alasan untuk memperoleh bentuk-bentuk baru yang memiliki sifat lebih baik.  Sifat-sifat baik yang diharapkan dari bentuk poliploid antara lain adalah: lebih unggul, mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik, mempertahankan sifat-sifat baik dari bentuk-bentuk heterozigot, menghilangkan sterilitas karena sebab genetik, menghilangkan incompatibilitas, mendapatkan pasangan seimbang untuk spesies tetraploid yang telah ada.

2.3 Proses Poliploidisasi
Proses awal pembentukan oosit I hingga fase meiosis I, akan menghasilkan: oosit II yang mengandung sitoplasma dan polar bodi II. Bila pada fase ini terjadi fertilisasi oleh spermazoa, maka oosit II menjadi totipotensi aktif. Dalam tahap penggabungan kromosom ini, pelakuan kejut segera laksanakan. Untuk mendapatkan individu poliploid yang diinginkan dapat dilakukan berbagai kejutan seperti suhu panas, dingin, tekanan  (hydrostatic pressure)  dan menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia yang digunakan adalah kolkisin atau kolsemid. Tujuannya adalah untuk menghalangi peloncatan polar body II, bersama pronuklei betina dan jantan akan membentuk zigot poliploidi. Penggunaan zat kimia memiliki tujuan sama, yakni untuk menimbulkan kerusakan mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan selama pembentukkan gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan menghasilkan zigot poliploid. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejut panas adalah waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama kejutan. Nilai parameter tersebut berbeda pada setiap jenis.
Menurut hasil penelitian Mukti et al., (2001) ploidisasi dilakukan setelah menghitung jumlah nukleus, kemudian memberi perlakuan kejut suhu 40°C selama 1,5 menit maka akan dihasilkan triploid 70 % dan tetraploid sebesar 60 %.Perlakuan ini efektif untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan.

2.3.1 Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi antara ovum dan sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan sperma terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum yang telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan terbentuklah sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan (1n) dan pronukleus betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan selanjutnya zigot akan melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002). Proses pembentukan ikan poliploid khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan pembentukan ikan normal (diploid).

2.3.2 Pembentukan Ikan Normal (Diploid)
Proses pembentukan ikan normal adalah dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal yang mempunyai 2N kromosom oleh sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N kromosom, kemudian telur akan mengalami peloncatan polar bodi II, yaitu 1N kromosom dari telur akan meloncat keluar sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom yang masing-masing berasal dari kedua induknya (jantan dan betina). Proses selanjutnya adalah terjadi pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio berkembang dan menetas menjadi ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.

2.3.3 Pembentukan Ikan Triploid
Triploidisasi dalam usaha budidaya dilakukan karena dua alasan yaitu pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan ikan diploid dan kerena ikan triploid ini umumnya steril. Kesterilan ini dapat mencegah gametogenesis dan menghemat pemakaian energi dan materi. Ikan triploid bersifat steril karena kromosom homolognya tidak dapat bersinapsis untuk gametogenesis.
Akibat kondisi steril ini makanan yang seharusnya digunakan untuk perkembangan gonad dan reproduksi akan digunakan untuk pertumbuhan badan dan akibatnya berpengaruh besar kepada laju konversi makanan dan kecepatan tumbuh. Karena itu budidayanya lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan diploid. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selama pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Dari beberapa hasil penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) disebutkan terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan panas, lama waktu dan intensitas suhu kejutan panas yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.Pembentukan ikan triploid dilakukan dengan cara memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah fertilisasi. Berdasarkan atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa pemberian kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua menit, mempunyai efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.
Selain dengan kejutan panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid dapat dibentuk dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan diploid, induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan dihasilakn zigot triploid.

2.3.4 Pembentukan Ikan Tetraploid
Pada dasarnya pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan pembentukan ikan triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan yang pokok yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya peloncatan polar bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan setelah terjadinya peloncatan polar bodi II. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejutan panas diberikan setelah kromosom mereplikasi dan nukleus zigot sedang terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot diploid saat atau sebelum mengalami mitosis. Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan kromosomnya saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu kromosom yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid) .Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda dengan waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping waktu yang perlu diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya suhu yang diberikan.
Dari penelitian yang telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu pemberian kejutan panas sebesar 40°C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selama dua menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk pemberian kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.

2.4 Analis Poliplodisasi
Analisis poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui ploidi dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik langsung merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup terutama eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untuk menentukan ploidi atau jumlah perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung (Firdaus, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan ploidi atau jumlah perangkat kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi genetik yang diukur secara tidak langsung, prinsip penggunaan teknik tidak langsung adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur.
Metode langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau sel, elektrophoresis protein, pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah nukleolus. Terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom pada tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, jumlah nukleolus dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode nukleolus ini adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus (2002) bahwa jumlah maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan adalah tertentu, dengan demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Individu haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus per sel, dan triploid mempunyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya mengandung satu kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti diploid normal menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diungkapkan Carman dkk. (1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas pernyataan tersebut diharapkan sel diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya mampu membentuk maksimal dua nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga nukleolus demikian pula pada tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus. Pengertian Nucleolus Organizer Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi beberapa tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r).
Dari penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi, variasi ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak aktif mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus . Variasi jumlah nukleolus ini dapat dipahami bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini berhubungan dengan proses aktifitas fisiologis setiap sel, saat tahap embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah nukleolus akan dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat mencapai ratusan nucleolus.
Manipulasi kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya triploid dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun heterozigot. Manipulasi kromosom pada ikan merupakan salah satu strategi yang diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi keturunan dengan sifat unggul dan kualitas genetiknya baik, seperti memiliki pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap penyakit, kelangsungan hidup tinggi, toleran terhadap perubahan lingkungan (suhu, pH, oksigen terlarut, salinitas) dan mudah dibudidayakan (Mukti, 1999).


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manipulasi poliploidi merupakan cara untuk merubah individu haploid atau diploid menjadi individu triploid, tetraploid, pentaploid dan seterusnya. Beberapa proses dapat dilakukan secara alami melalui nondisjungsi maupun rekayasa dengan kejut suhu panas, dingin, tekanan dan bahan kimia pada telur yang telah dibuahi spermatozoa. Perlakuan ini, untuk mendapakan jenis baru yang berkualitas, tumbuh cepat besar, bentuk menarik. Individu poliploidi mudah beradaptasi dan dapat sebagai kontrol lingkungan untuk individu lain.

FEKUNDITAS PADA IKAN BETOK

FEKUNDITAS PADA IKAN BETOK

PENDAHULUAN

Latar Belakang
 Ikan betok mempunyai nilai ekonomis dan harga jualnya pun cukup tinggi. Harga ikan betok di Provinsi Kalimantan Timur antara tahun 2002-2008 adalah Rp 10 579,- pada tahun 2004 dan Rp 14 494,- pada tahun 2005 (DKP, 2006). Selain itu, ikan ini juga dimanfaatkan sebagai target pancingan dan ikan hias di Eropa (Kuncoro, 2009). Potensi betok menjadi ikan konsumsi dan ikan hias yang diiringi dengan meningkatnya permintaan konsumen, membuat nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan dari alam sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan ini di kemudian hari (Isriansyah & Sukarti, 2007). Peningkatan eksploitasi ini juga diiringi dengan kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Mahakam dan sekitarnya yang di perkirakan dapat membawa dampak buruk terhadap sumber daya ikan betok di habitatnya
(Media Indonesia, 2003).
Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur  potensi produksi pada ikan, karena relatif lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur dalam  ovari ikan betina. Peningkatan fekunditas  berhubungan  dengan  peningkatan berat  tubuh dan berat  gonad. Fekunditas berbeda-beda tiap spesies  dan kondisi lingkungan  berbeda. Spesies ikan yang mempunyai  fekunditas  besar,  pada  umumnya  memijah di daerah  permukaan  perairan sedangkan spesies yang mempunyai fekunditas kecil melindung telurnya pada tanaman atau  substrat lainnya (Rizal, 2009).
Besarnya fekunditas spesies dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk (parental care), kondisi lingkungan, kepadatan populasi, ketersediaan makanan, ukuran panjang dan bobot ikan, ukuran diameter telur, dan faktor lingkungan (Tampubolon, 2008).
Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah program perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Larva adalah stadium tertentu dari perkembangan individu yang memiliki pola perkembangan tidak langsung. Sifat struktur telur ikan antara lain adalah ukurannya besar, memiliki bungkus telur, memiliki mikrtofil, dan memiliki cadangan makanan. Sifat telur ikan secara umum adalah totipotensi yaitu memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi suatu individu (Sistina,2006).
Beberapa macam tanda yang dapat dipakai untuk menggolongkan telur ikan sehingga dapat membantu untuk pengenalan lebih lanjut. Diantara tanda-tanda tersebut adalah bentuk telur, butir minyak, warna, keadaan permukaan butir kuning telur (Delsman, 1992).

Tujuan
a.    Untuk mengetahui jumlah telur ikan.
b.    Untuk mengetahui ukuran telur terhadap perkembangan individu menjelang pemijahan.
c.    Untuk menduga atau studi dalam produktivitas dalam potensi produksi dari kelompok.


METODOLOGI PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu
Praktikum Biologi Reprouksi Ikan ini  dilaksanakan di Laboratorium Dasar Perikanan, Program Budidaya Perairan dan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya, Jumat, 15 April 2016 pukul  08.00 s/d 09.40 wib.

Alat dan Bahan
Bahan.
Adapun bahan-bahan yang diguanakan adalah ikan betook matang gonad, alcohol absolut, dan formalin.
Alat.
            Adapun alat-alat yang digunakan adalah kamera digital, gelas objek, mikroskop, lap, tissue, tusuk gigi, botol film, kertas label.

Prosedur kerja.
A.  Fekunditas
1. Gonad yang telah diambil dari tubuh ikan dan telah dibersihkan, ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital.
2. Gonad diambil, kemudian potong gonad menjadi empat bagian dan ambil sebagian gonad pada  bagian pangkal, tengah dan ujung gonad untuk pengamatan selanjutnya, sehingga diharapkan seluruh bentuk dan ukuran terwakili.
3. Sebagian telur yang telah diambil tesebut ditimbang beratnya. setelah ditimbang gonad diencerkan dengan air sebanyak 100 cc dan aduk hingga homogeny, hitung telur dari ikan sampel.
4.  Setelah homogen, hitung telur dari ikan sampel.
5.  Fekunditas ikan dianalisis menggunakan metode gravimetric
                           F= (G/Q) x N  
Keterangan:
F : fekunditas ( butir )
Q : berat gonad sampel ( g )
G : berat gonad ( g )
N : jumlah telur pada gonad ( butir )

A.  Perhitungan Diameter Telur
1.  Ambil telur ( 50 butir ) dari tiga baigian posterior, median dan arterior dari gonad.
2.  Masukan dalam petridisck.
3.  Tambahkan aquadest sampai telur terendam.
4.  Pisahkan telur secara manual dengan bantuan spatula.
5.  Amati dibawah mikroskop okuler dan sudah ditera dengan micrometer objektif terlebih dahulu.

HASIL  DAN PEMBAHASAN

Hasil.
        Dari hasil pratikum fekunditas pada ikan betok ini tidak mendapatkan hasil dikarenakan  tingkat kematangan gonad pada ikan betok belum matang dan tidak didapatkan hasil fekunditasnya.

Pembahasan.
Adapun faktor penyebab dari tidak dapat nya fekunditas dikarenakan kurang teliti nya dalam membeli  indukan yang telah matang gonad. Adapun kondisi lingkungan ini juga dapat mempengaruhi tingkat fekunditas pada ikan betok akan mempengaruhi kontrol endokrin untuk menghasilkan hormon – hormon yang mendukung proses perkembangan gonad dan pemijahan (Fujaya, 2004). Di alam, pemijahan (spawing) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (eksternal) misalnya : hujan, habitat, oksigen terlarut, daya hantar listrik, cahaya, suhu, kimia, fisika air, waktu (malam hari) dan lain – lain. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap jumlah telur yang akan dihasilkan  dan dikeluarkan antara lain, suhu, lingkungan, factor internal keturunan maupun genetika indukan.

.      KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.
            Adapun  kesimpulan dari pratikum mengenai fekunditas pada ikan betook ini adalah, sebagai berikut :
1. Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovary ikan yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Telur yang dihasilkan mempunyai ukuran yang bervariasi.
2. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas yaitu hujan, habitat, oksigen terlarut, cahaya,suhu, kimia, fisika, air dan waktu memijah.
3. Ikan betok dapat bertahan dalam proses pematangan gonad pada suhu 15-300 C.
4. Fekunditas dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad ikan masing-masing.
5. Fekunditas  dapat kita ketahui dari indeks kematangan gonad dan perbandingan dari tingkat kematangan gonad pada ikan. 

PENGAMBILAN DAN PENGAWETAN HIPOFISA

PENGAMBILAN DAN PENGAWETAN HIPOFISA

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Biologi Reproduksi merupakan ilmu yang mempelajari tentang semua yang berkaitan dengan cara berkembangbiak pada ikan, dimana penekanannya terhadap spesies penting bagi sumberdaya. Orang yang mempelajari biologi reproduksi ikan sebaiknya berminat terhadap semua aspek biologi ikan. Aspek-aspek biologi ikan yang paling banyak berhubungan dengan populasi-populasi serta faktor-faktor yang mengontrolnya, membatasi atau mengembangkan populasi. Kecepatan pertumbuhan dan waktu mencapai ukuran rata-rata dari berbagai macam ikan, fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan, pola reproduksi, umur pada waktu mencapai kematangan gonad dan nisbah kelamin, kecepatan survival dan mortalitas pada tahap-tahap daur hidup, distribusi ekologi, pergerakan dan ruaya, pengaruh penangkapan ikan terhadap jumlah populasi, reproduksi, pertumbuhan dan distribusi ukuran, tingkah laku ikan dalam waktu 24 jam atau dari musim ke musim, interaksi-interaksi terhadap spesies lain dan bagaimana spesies lain mempengaruhi produksi spesies yang paling disenangi
(Effendie, 2002).
Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan berkembang. Sebagai suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan penangkapan, pemeliharaan dan pembudidayaan ikan, ilmu perikanan sangatlah membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional, yakni masyarakat maritim yang mandiri. Oleh karenanya, ilmu perikanan harus senantiasa dikaji dan dikembangkan terutama oleh para dosen dan mahasiswa perikanan sebagai ujung tombak dalam pengembangan dan penerapan teknologi perikanan (Fujaya, 2004).Hipofisa adalah kelenjar endokrin yang terletak dalam sella tursika, yaitu lekukan dalam tulang sfenoid. Kelenjar hipofisa paling tidak menghasilkan tujuh hormon yaitu GH, ACTH, TSH, LTH, FSH, LH, ICSH, MSH. (budiyanto, 2002). Sedangkan menurut Akhyar (2004) kelenjar hipofisa atau kelenjar pituitari adalah struktur utama dari endokrin. Dua bagiannya mengilustrasikan dua mode dari sintesis dan kontrol hormon. Pada hipofisa bagian posterior, hormon diproduksi di sel-sel neurosekretori dengan bagian badan mereka ada di hipotalamus dan dikeluarkan setelah stimulasi saraf. Hipofisa bagian anterior, hormon diproduksi pada sel-sel yang terspesialisasi, dan pelepasannya distimulasi atau dilakukan dengan melepaskan hormon yang dibuat di hipotalamus. Rangkaian yang kompleks ini membentuk beberapa titik kontrol. Hipofisa terletak di bawah otak, jadi untuk mengambil kelenjar hipofisa langkah pertama yang harus diambil adalah mengeluarkan otak. Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang hasil sekresinya dialirkan ke dalam peredaran darah. Sehingga sistem endokrin berfungsi sebagai bagian dari sistem koordinasi melalui suatu senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yaitu hormon. Hormon dapat berupa peptida, asam amino, protein, atau steroid. Di dalam tubuh, hormon akan diedarkan oleh darah menuju sel target pada organ tertentu. Secara umum, hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, perkembangan, metabolisme, reproduksi, tingkah laku, dan homeostatis. Salah satu kelenjar endokrin, yaitu hipofisa (Ahkyar, 2004).
Hipofisasi merupakan salah satu teknik untuk mempercepat pemijahan ikan melalui injeksi kelenjar hipofisa. Hipofisasi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suspensi kelenjar hipofisa pada tubuh ikan yang akan dibiakkan. Kelenjar hipofisa ini terletak di bawah otak sebelah depan, mengandung hormon gonadotropin yang berfungsi untuk mempercepat ovalusi dan pemijahan
(Milne, 1999).
Kelenjar hipofisa mempunyai peran yang sangat penting, dimana kelenjar yang dihasilkan berupa hormon yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangbiakan. Kerusakan dalam pengambilan ekstrak hormon mengakibatkan hormon tersebut tidak berfungsi. Hormon yang berpengaruh dalam pemijahan ikan adalah gonadotropin yang berfungsi dalam pematangan gonad dan mengontrol ekskresi hormon yang dihasilkan oleh gonad (Hurkat dan Mathur, 1986). Menurut Sumantadinata (1983), ikan betina matang kelamin dicirikan dengan perut yang relatif membesar dan lunak bila diraba, serta dari lubang genital keluar cairan jernih kekuningan, naluri gerakan lambat, postur tubuh gemuk, warna tubuh kelabu kekuningan dan lubang kelamin berbentuk bulat telur dan agak melebar serta agak membengkak. Ciri ikan jantan yang sudah matang kelamin antara lain mudah mengeluarkan milt perutnya diurut, naluri gerakan lincah, postur tubuh dan perut raming warna tubuh kehijauan dan kadang gelap, lubang kelamin agak menonjol serta sirip dada kasar dan perutnya keras.
Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam waktu lama sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya membutuhkan sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan, dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien, adanya kemungkinan terdapat hormon hormon lain yang memiliki sifat sinergik.
Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya hormon hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan pengaruh. Efek dosis yang lebih tinggi terbukti akan menyebabkan makin cepatnya masa laten Pemijahan. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi 17 α, 20 β.
Dalam pengawetan kelenjar hipofisa ada dua metode yang biasa dilakukan dalam mengawetkan kelenjar hipofisa yaitu metode kering dan metode basah. Metode kering dilakukan dengan menggunakan larutan aseton. Kelenjar hipofisa direndam dalam larutan aseton selama 8-12 Jam, kemudian larutan aseton dibuang dan kelenjar hipofisa dikeringkan lalau disimpan. (Susanto, 2001).
Metode basah digunakan dengan larutan alkohol pekat. Kelenjar hipofisa dimasukan dalam larutan alkohol selama 24 jam. Dalam proses perendaman alkohol diganti selama 2-3 kali. Setelah 24 jam kelenjar hipofisa dibiarkan terendam larutan alkohol sampai akan digunakan. (susanto, 2001).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum biologi reproduksi ikan adalah agar mahasiswa mampu mengetahui letak, cara pengambilan dan pengawetan hipofisa.



PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu
Pelaksanan praktikum biologi reproduksi ikan ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya,  dan dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 Maret 2016, pukul 08.00 sampai dengan selesai.

Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan adalah golok, tusuk gigi, tissue, kertas loabel, botol film. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan betok, ikan lele, ikan patin, alkohol absolut (etanol), aseton.

Prosedur
a.    Pengambilan Hipofisa
1.    Ikan yang akan di ambil hipofisanya dibersihkan terlebih dahulu bagian kepalanya
2.    Potong kepala ikan pada atas operculum
3.    Setelah itu dipotong bagian atas kepala
4.    Bersihkan lemak-lemak (darah) yang ada
5.    Amati otaknya
6.    Potong urat syaraf dan mengangkat otaknya lalu diambil kelenjar hipofisanya
7.    Masukkan ke dalam botol film
8.    Awetkan dengan metode kering atau basah

b.   Pengawetan Hipofisa
1.  Metode Basah (menggunakan alkohol absolut/aseton)
Kelenjar hipofisa dimasukkan ke dalam botol film lalu diberi alkohol secukupnya dan diganti tiap 8 jam selama 24 jam. Lalu disimpan dalam suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.


2.  Metode Kering (menggunakan etanol)
Kelenjar hipofisa dimasukkan ke dalam botol film lalu diberi alkohol secukupnya dan di ganti tiap 8 jam selam 24 jam. Setelah itu, diuapkan hingga kering lalu disimpan dalam suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari secara langsung.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
            Tabel 1. Perbedaan Hipofisa yang diberi larutan etanol dan yang tidak diberi larutan etanol.
No
Kondisi hipofisa
1
Menggunakan Etanol
Tanpa Etanol
Kondisi hipofisa dalam keadaan baik dan dapat di awetkan.
Hipofisa menjadi rusak dan busuk serta tidak dapat digunakan.

Pembahasan
     Hipofisa adalah suatu kelenjar endokrin yang terletak dalam sella tursika, yaitu lekukan dalam tulang stenoid. Menurut Hoar (1957), hipofisa terdiri dari dua kelenjar hipofisa yaitu neuron dan adenohypofisa yang merupakan bagian terbesar dari kelenjar dan memiliki tiga ruangan yaitu proximal pars distalis, rostal pars distalis, dan pars intermedia. Hipofisa terletak pada bagian bawah otak dan menghasilkan hormon GnRH, ACTH, TSH, FSH, LH, STH, MSH, Prolaktin, Vasopresin, dan Oksitosin. Secara umum, hormon tersebut berfungsi mengatur pertumbuhan, perkembangan, metabolisme, reproduksi, tingkah laku, dan homeostatis. Menurut Susanto, (2001) metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dengan menggunakan bantuan kelenjar hipofisa dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin.
Praktikum ini diawali dengan cara menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.Langkah pertama dalam praktikum pengambilan dan pengawetan hipofisa yaitu ikan dipotong pada pertemuan antara kepala dan badan. Setelah tulang tengkorak terbukamaka akan nampak otak sedangkan kelenjar hipofisa terdapat di bawah otak dan berwarnaputih berbentuk butiran kecil. Otak diangkat, tempatnya dibersihkan dengan tissue agar bersih dari darah dan lemak. Kemudian kelenjar hipofisa tersebut diambil secara hati hati dengan pinset.Kelenjar hipofisa jangan sampai pecah. Hasil dari praktikum pengambilan dan pengawetan hipofisa yaitu hipofisa yang dilarutkan dengan larutan etanol memiliki fungsi yang baik dan dalam kondisi yang baik sedangkan hipofisa yang tidak diberi larutan etanol menjadi rusak dan busuk. Rusaknya hipofisa dikarenakan tidak adanya senyawa etanol yang dapat mempertahankan kondisi atau struktur didalam hipofisa. Etanol pada pengawetan hipofisa berfungsi untuk menjaga kondisi hipofisa dalam kondisi yang baik. Pemberian hormon hipofisa ini akan membantu fertilisasi ikan tanpa perlu terkendala musim sehingga dapat dipijahkan kapanpun sesuai keinginan sehingga bisa menambah jumlah produksi ikan dengan mudah dan tidak tergantung pada faktor yang dapat menghambat pemijahan.   

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Hipofisa adalah suatu kelenjar endokrin yang terletak dibawah otak ikan yang berfungsi untuk merangsang indukan ikan untu matang gonad dan merangsang pemijahan. Hasil dari praktikum pengambilan dan pengawetan hipofisa yaitu hipofisa yang dilarutkan dengan larutan etanol memiliki fungsi yang baik dan dalam kondisi yang baik sedangkan hipofisa yang tidak diberi larutan etanol menjadi rusak dan busuk.Pemberian hormon hipofisa ini akan membantu fertilisasi ikan tanpa perlu terkendala musim sehingga dapat dipijahkan kapanpun sesuai keinginan.

INDEKS KEMATANGAN GONAD (IKG) DAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD (TKG)

INDEKS KEMATANGAN GONAD (IKG) DAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD (TKG)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Biologi Reproduksi merupakan ilmu yang mempelajari tentang semua yang berkaitan dengan cara berkembangbiak pada ikan, dimana penekanannya terhadap spesies penting bagi sumberdaya. Orang yang mempelajari biologi reproduksi ikan sebaiknya berminat terhadap semua aspek biologi ikan. Aspek-aspek biologi ikan yang paling banyak berhubungan dengan populasi-populasi serta faktor-faktor yang mengontrolnya, membatasi atau mengembangkan populasi. Kecepatan pertumbuhan dan waktu mencapai ukuran rata-rata dari berbagai macam ikan, fekunditas atau jumlah telur yang dihasilkan, pola reproduksi, umur pada waktu mencapai kematangan gonad dan nisbah kelamin, kecepatan survival dan mortalitas pada tahap-tahap daur hidup, distribusi ekologi, pergerakan dan ruaya, pengaruh penangkapan ikan terhadap jumlah populasi, reproduksi, pertumbuhan dan distribusi ukuran, tingkah laku ikan dalam waktu 24 jam atau dari musim ke musim, interaksi-interaksi terhadap spesies lain dan bagaimana spesies lain mempengaruhi produksi spesies yang paling disenangi
(Effendie, 2002).
Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan berkembang. Sebagai suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan penangkapan, pemeliharaan dan pembudidayaan ikan, ilmu perikanan sangatlah membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional, yakni masyarakat maritim yang mandiri. Oleh karenanya, ilmu perikanan harus senantiasa dikaji dan dikembangkan terutama oleh para dosen dan mahasiswa perikanan sebagai ujung tombak dalam pengembangan dan penerapan teknologi perikanan (Fujaya, 2004).
Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan mengamati perkembangan gonad. Dalam proses reproduksi, perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari proses produksi ikan sebelum pemijahan. Selama itu, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad. Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan akan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai (Rizal, 2009).
Perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam suatu  indeks  yang  disebut  indeks  kematangan  gonad (IKG). Indeks ini menunjukan perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad yang dinyatakan dalam persen. Indeks ini akan meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Rizal, 2009).
Tambahan jumlah vitelogenin akan mengakibatkan bertambahnya nilai indeks kematangan gonad karena bobot gonad dalam tubuh ikan akan semakin bertambah. Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar (Tampubolon, 2008).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum biologi reproduksi ikan adalah agar mahasiswa mampu mengetahui cara memperoleh indeks kematangan gonad, tingkat kematangan gonad.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu
Pelaksanan praktikum biologi reproduksi ikan ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya,  dan dilaksanakan pada hari Jum’at, 11 Maret 2016, pukul 08.00 sampai dengan selesai.

Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum biologi reproduksi ikan adalahbeker glass, botol film, cover glass, cutter, kamera digital, kertas label,steroform, stopwatch, syringe dan tusuk gigi. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuades,  alkohol absolut, formalin 37%, dan ikan betok.

Prosedur Kerja
1.      Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.    Membersihkan tubuh ikan dari kotorandan keringat dengan kertas tisu
b.    Menimbang berat tubuh ikan beserta gonadnya (Bt)
c.    Membedah ikan pada bagian perutnya dan kelurkan gonad dengan hati-hati, jangan sampai pecah
d.   Gonad ikan betok ditimbang (Bg) dan dicatat di lembar kerja
e.    Menentukan IKG dengan persamaan sebagai berikut :
       IKG = Bg × 100 %
                   Bt
       Keterangan :
       IKG          : Indeks kematangan gonad
       Bt             : Berat gonad
       Bg                        : Berat gonad

2.      Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
          Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.         Ikan yang sudah diperoleh nilai IKG-nya disiapkan untuk diamamti, baik dengan mata biasa maupun dengan kaca pembesar.
b.        Pengamatan terhadap gonad ikan meliputi
Ukuran ikan jantan:
·      Bentuk testis
·      Besar kecilnya testes
·      Warna testes
·      Pengisian testes dalam rongga tubuhh
·      Keluar tidaknya testis dalam tubuh ikan (dalam keadaan segar)
Ukuran ikan betina:
·      Bentuk ovarium
·      Besar kecilnya ovarium
·      Pengisian ovarium dalam rongga perut
·      Warna ovarium
·      Warna telur
c.         Menentukan klasifikasi kematangan gonad dengan melihat kunci kematangan gonad menurut Kesteven dan Nikolsky.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
1.    Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Indeks kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
No
Berat Gonad
Berat tubuh
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
1.
4
250
1,6 %

2.    Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan betok (Anabas testudineus)
No
Jenis Kelamin
TKG
Warna
Bentuk
Kesteven
Nikolsky
 1.
Betina
Perkembangan I
Pemasakan
Kuning perak
Bulat telur
             
Pembahasan             
Nilai indeks kematangan gonad dari ikan betok yang diamati yaitu 1,6 %. Kecepatan perkembangan gonad dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal ikan. Pertambahan berat gonad diawali dengan pertambahan jumlah kuning telur yang mengisi bakal-bakal telur. Penumpukan kuning telur menyebabkan ukuran dan berat telur semakin bertambah sehingga berpengaruh pada berat gonad. Semakin berat gonad ikan maka kemungkinan tingkat kematangan gonad ikan tersebut semakin mendekati fase pemijahan. Ikan betok yang diamati memiliki berat gonad 4 gram. Hal tersebut kemungkinan jumlah kuning telur di dalam bakal telur belum sepenuhnya mencapai tingkat kematangan. Hal lain yang juga mempengaruhi indeks kematangan gonad adalah umur ikan dan selang waktu antara pemijahan akhir dengan perkembangan gonad saat ini.
Sesuai dengan pernyataan Tampubolon (2008) bahwa pertambahan jumlah vitelogenin akan mengakibatkan bertambahnya nilai indeks kematangan gonad karena bobot gonad dalam tubuh ikan akan semakin bertambah. Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar.
Tingkat kematangan gonad ikan sampel yang diamati pada praktikum ini yaitu berada padatahap perkembangan I (menurut Kesteven) dan pada pemasakan  (menurut Nikolsky). Hal tersebut ditandai dengan warna gonad ikan sampel yang masih berwarna kuning perak dengan bentuk bulat telur. Nutrisi yang diberikan pada ikan yang sedang mengalami perkembangan pematangan gonad menuju tahap akhir harus diperhatikan secara intensif. Ikan sampel yang diamati kemungkinan berasal dari ikan liar hasil tangkapan yang bukan hasil dari perikanan budidaya. Hal tersebut dapat berpengaruh pada perkembangan gonad ikan karena nutrisi yang diperoleh ikan akan berbeda. Ikan yang dibesarkan melalui kegiatan budidaya kemungkinan lebih mendapatkan nutrisi esensial untuk perkembangan gonad dibandingkan dengan ikan liar (Tampubolon, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.      Indeks kematangan gonad ikan betok dengan berat tubuh 250 g dan berat gonad 4 g yaitu 1,6 %.
2.      Tingkat kematangan gonad ikan sampel yaitu perkembangan I (Kesteven) dan pemasakan (Nikolsky).

3.      Kecepatan perkembangan gonad dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal ikan.