KATA
PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, atas anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah tentang sistem osmoregulasi pada kepiting bakau (Scylla serrata). Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah
ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga
untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah
ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya
keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya
kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami
memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua
pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah
ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Harapan penulis
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.
Indralaya, 9 Februari 2015
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Tujuan......................................................................................................................3
C. Rumusan
Masalah....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Osmoregulasi...........................................................................................4
A. Pengertian Osmoregulasi...........................................................................................4
B. Prinsip-prinsip
Osmoregulasi....................................................................................4
C. klasifikasi Kepiting
Bakau........................................................................................5
D. Morfologi dan Anatomi Kepiting Bakau..................................................................6
E. Osmoregulasi pada
Kepiting.....................................................................................7
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................ ..10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor
fisika, faktor kimia dan biologi. Salah satu faktor yang mendukung kehidupan
organisme di perairan adalah kadar salinitas dalam perairan.
Tinggi
rendahnya salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, payau maupun perairan
asin akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal
ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan
kehidupannya. Ikan akan mengalami stress dan bahkan akan mengalami kematian
akibat osmoregulasi yang tidak seimbang.
Perubahan salinitas juga dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika
salinitas mengalami perubahan. Pada saat tersebut ikan akan mengalami
kecenderungan untuk mampu atau tidaknya ikan untuk melakukan keseimbangan
osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi dengan normal sesuai dengan
kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media yang berbeda juga akan
mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya.
Kepiting bakau (S.
serrata) merupakan salah satu biota potensial yang hidup di daerah mangrove
memiliki nilai ekonomis tinggi. Dan merupakan spesies yang khas di kawasan
hutan bakau (mangrove) dan hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut
yang banyak ditumbuhi vegetasi mangrove dengan substrat berlumpur atau lumpur
berpasir. Di Indonesia banyak sekali jenis kepiting yang tersebar, mulai dari
lingkungan air tawar, laut hingga daratan. Meskipun mampu hidup di air maupun
di daratan, tetap ada tempat-tempat yang sangat disukai oleh jenis kepiting
tertentu. Setiap kepiting mempunyai tempat hidup yang spesifik dan mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya, Pada umumnya kepiting ini banyak ditemukan di
daerah hutan bakau.
B. TUJUAN
- Agar
kita tahu apa yang di maksud dengan osmoregulasi.
- Agar
kita tahu prinsip-prinsip osmoregulasi.
- Agar
kita tahu morfologi dan anatomi dari kepiting bakau (S. Serrata).
- Agar
kita tahu mekanisme osmoregulasi pada kepiting bakau (S. Serrata).
C. RUMUSAN MASALAH
- Apa
yang di maksud dengan osmoregulasi?
- Bagaimana
prinsip-prinsip osmoregulasi?
- Bagaimana
morfologi dan anatomi dari kepiting bakau (S. Serrata)?
- Bagaimana
mekanisme osmoregulasi pada kepiting bakau (S. Serrata)?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah proses pengatur
konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh
oleh sel atau organisme hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan
adalah merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di
dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan
konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika
terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan
oleh sel atau organisme hidup. Untuk menghadapi masalah
osmoregulasi ikan melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara:
1. Mengurangi gradien osmotik antara
cairan tubuh dengan lingkungannya.
2. Mengurangi permeabilitas air dan garam.
3. Melakukan pengambilan garam
secara selektif.
B. Prinsip-Prinsip Osmoregulasi
Terhadap lingkungan
hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya
berubah-ubah yang mengikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan
Invertebrata laut tekanan osmotik cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik
air laut. Cairan tubuh demikian di katakan isotonik atau isoasmotik dengan
medium tempat hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya,
maka cairan tubuhnya di sesuaikan dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan
yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relatif konstan lebih
rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya
(hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan
melakukan regulasi osmotik (osmoregulasi), hewannya di sebut regulator osmotik
atau osmoregulator. Ada dua macam regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik
dan regulasi hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik misalnya ikan laut, hewan
ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih rendah dari
mediumnya (air laut). Sedangkan pada regulator hiperosmotik, misalnya ikan air
tawar, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi
daripada mediumnya (air tawar).
Beberapa hewan ada
yang toleran terhadap rentangan luas konsentrasi garam mediumnya, hewan
demikian di sebut euryhaline. Sedangkan hewan lain hanya toleran terhadap
rentangan yang sempit konsentrasi garam mediumnya, hewan demikian disebut
stenohaline.
Fenomena lain yang
biasanya berhubungan sangat dekat dengan tingkat perkembangan kapasitas
osmoregulasi adalah kemampuan hewan mengontrol kadar air dalam tubuhnya.
Osmokonformitas rupanya adalah hasil kombinasi dari ketidakmampuan hewan
mengontrol volume tubuh dan ketidakmampuan mengontrol isi larutan tubuh.
Sebaliknya osmoregulasi merupakan manifestasi perkembangan kemampuan yang baik
dari kedua proses tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa hewan osmokonformer
juga merupakan konformer volume, sebaliknya osmoregulator juga merupakan
regulator volume.
Terdapat tiga pola regulasi ion air
yaitu :
a. Regulasi hipertonik atau
hipersomatik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih
tinggi dari konsentrasi media. Hal ini terjadi misalnya pada ikan air
tawar (Potadrom).
b. Regulasi hipertonik atau
hiposomotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih
rendah dari konsentrasi media. Hal ini terjadi pada jenis ikan air laut
(Oseandrom).
c. Regulasi isotonic atau
isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media,
sama dengan ikan – ikan yang hidup pada daerah eustaria (Hartono, 1993).
Fluktuasi salinitas juga dapat membawa dampak
yang buruk bagi organisme yang hidup pada perairan tersebut yang selalu
senantiasa untuk beradapatasi terhadap perubahan ion-ion yang terkandung
disuatu media tersebut sehingga dapat mengakibatkan organisme mengalami stress
dan bahkan mengalami kematian jika ikan tak mampu lagi menjaga keseimbangan
osmotiknya (Sukamto, 1992).
Osmoregulasi sangat di pengaruhi oleh Konsentrasi osmotik dalam tubuh
pada organisme yang hidup di laut sama dengan air laut sekitarnya disebut
osmoconformer, perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin
banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan suatu osmoregulasi
sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi (Fujaya, 2004).
Dan perbedaan kecepatan aliran darah atau air dari dalam tubuh antara ikan air
tawar dan laut pada dasarnya sama tetapi tergantung pada spesiesnya.
- KLASIFIKASI
KEPITING BAKAU
KLASIFIKASI KEPITING BAKAU
Phylum
: Arthropoda
Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Subclassis : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Branchyura
Familia
: Portunidae
Genus
: Scylla
Spesies : Scylla sp. S. serrata, S. tranquebarica, S. Paramamosain , S. Olivacea.
- MORFOLOGI
DAN ANATOMI KEPITING BAKAU
Bagian-Bagian
Kepiting Bakau
Ciri- ciri kepiting
bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai berikut: karapas berwarna sedikit
kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat Sembilan buah duri-duri tajam, dan pada
bagian depannya diantaranya tangkai mata terdapat enam buah duri, sapit kanannya
lebih besar dari sapit kiri dengan warna kemerahan pada kedua ujungnya,
mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan satu kaki perenang yang terdapat pada
ujung abdomen dengan bagian ujungnya dilengkapi dengan alat pendayung.
Kepiting adalah
binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya mempunyai "ekor"
yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang
perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini dikelompokkan ke
dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo
Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura. Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan
exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan
sepasang capit.
Kepiting hidup di air
laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea
crab, yang lebarnya hanya beberapa millimeter. Menurut Prianto walaupun
kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai
kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat
pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang
penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis
kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat
digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulitkerang dan
juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting
juga ditutupi dengan Carapase. Carapase merupakan kulit yang keras atau
dengan istilah lainexoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ
dalam bagian kepala, badan dan insang. Kepiting sejati mempunyai lima pasang
kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak
digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja
(misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut
kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapase
tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang.
Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang
pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang
berbeda. Insang yang terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mengambil
oksigen biasanya sulit dilihat dari luar. Insang terdiri dari
struktur yang lunak terletak di bagian bawah carapase. Sedangkan mata
menonjol keluar berada di bagian depan carapase. Jantung
berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Hati
berfungsi sebagai alat untuk menghasil kelenjar-kelenjar yang diperlukan oleh
tubuh. Kelenjar pencernaan berfungsi
sebagai alat dalam sistem pencernaan. Jenis kelamin kepiting sangat mudah di tentukan, yaitu dengan mengamati
organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing di bagian
depan. Sedangkan alat kelamin betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan
bagian depanya agak tumpul. Alat kelamin jantan terdiri dari sebuah testis
berwarna putih dan terletak dibawah sinusparicardi dan organ kelamin betina
berupa ovarium yang tempat dan bentuknya menyerupai testis.
Habitat: jenis
Kepiting ini hidup di hutan bakau; termasuk jenis demersal dan melakukan proses
ganti kulit setiap 15 hari sekali (proses pertumbuhan). Jenis makanannya adalah
Detritus.
- Osmoregulasi pada Kepiting
Kepiting merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan
yang mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kestabilan lingkungan internalnya,
dengan cara mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan
internalnya. Organ-organ sistem osmoregulasi
yaitu, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Fungsi
dari ginjal di sini menyaring
sisa-sisa proses metabolisme untuk dibuang, zat-zat yang diperlukan tubuh
diedarkan lagi melalui darah dan mengatur kekentalan urin yang dibuang untuk
menjaga keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh. Dalam osmoregulasi ini, kepiting memerlukan
transportasi aktif, terutama pompa Na – K – ATPase, untuk mempertahankan
gradien osmotik dalam tubuh bergerak normal.
Tekanan osmotik dalam sel akan mempengaruhi komposisi
protein pada kondisi stress osmotik, juga terhadap penggunaan energi akibat
aktivitas transportasi aktif, sehingga terjadi gradasi bahan-bahan yang kaya
energi seperti lemak, dan karbohidrat. Protein juga akan mengalami gradasi,
karena turut berperan dalam sistem pompa ion pada membran sel (protein membran
sel/carrier) dan biokatalisator (enzim Na – K ATP ase).
Dua macam enzim yang membantu transport ion melewati insang krustasea adalah
karbonat anhidrase dan arginin kinase. Karbonat anhidrase menyediakan ion H+
dan HCO3- sebagai lawan ion na+ dan Cl-
untuk pertukaran dengan mengkatalisis hidrasi CO2 di dalam sel
insang. Aktifitas dari karbonat anhidrase dalam sitoplasma insang akan
bertambah secara drastis ketika kepiting berpindah dari tempat yang
bersalinitas yang tinggi ke tempat yang bersalinitas rendah, dimana fungsinya
menyediakan ion yang akan akan melawan ion NaCl pada saat penyerapan. Proses
penggunaan ATP dalam rangka transpor ion tergantung pada kerja enzim arginin
kinase. Kepiting yang berpindah dari salinitas yang tinggi ke salinitas rendah,
akan menyebabkan aktifitas enzim arginin kinase bertambah kelipatan dua dalam
insang.
Jika salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami
kondisi hipoosmotik, air dari dalam tubuh cenderung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga,
kepiting akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah
agar cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya.
Dengan begitu, kepiting
harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan air lewat insang
dan kulit (saat moulting). Aktivitas ini mengeluarkan energi yang cukup besar.
Dalam kondisi salinitas
rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.
Air dalam media cendrung menembus masuk ke dalam
tubuh, lewat lapisan kulit tipis kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan
mengeluarkan air lewat kelenjar eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar
air melalui urin. Pembelanjaan energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion
pada salinitas air rendah. Dengan kata lain, kepiting yang merupakan organisme
laut tipe osmoregulator-eurihaline ini memiliki pengaruh langsung terhadap
salinitas media, tepatnya pada kemampuan pencernaan serta absorbsi sari pakan.
Pengaruh salinitas yang tidak kalah penting yaitu dapat meningkatkan laju
konsumsi oksigen, serta perubahan pola respirasi. Sehingga, pertumbuhan akan
efektif bila kepiting hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan
pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup.
Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan upaya ikan untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Kepiting merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan
yang mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kestabilan lingkungan internalnya,
dengan cara mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan
internalnya. Organ-organ sistem osmoregulasi
yaitu, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Kepiting yang berpindah
dari salinitas yang tinggi ke salinitas rendah, akan menyebabkan aktifitas
enzim arginin kinase bertambah kelipatan dua dalam insang.
Jika salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami
kondisi hipoosmotik, air dari dalam tubuh cenderung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga,
kepiting akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah
agar cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya.
Dengan begitu, kepiting
harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan air lewat insang
dan kulit (saat moulting). Aktivitas ini mengeluarkan energi yang cukup besar.
Dalam kondisi salinitas
rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.
Air dalam media cendrung menembus masuk ke dalam
tubuh, lewat lapisan kulit tipis kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan
mengeluarkan air lewat kelenjar eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar
air melalui urin. Pembelanjaan energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion
pada salinitas air rendah. Dengan kata lain, kepiting yang merupakan organisme
laut tipe osmoregulator-eurihaline ini memiliki pengaruh langsung terhadap
salinitas media, tepatnya pada kemampuan pencernaan serta absorbsi sari pakan.
Pengaruh salinitas yang tidak kalah penting yaitu dapat meningkatkan laju
konsumsi oksigen, serta perubahan pola respirasi. Sehingga, pertumbuhan akan
efektif bila kepiting hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik.