Friday 18 September 2015

Makalah Osmoregulasi Kepiting Bakau

KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang sistem osmoregulasi pada kepiting bakau (Scylla serrata). Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca  sangat diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Harapan penulis makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.



                                   
                                                                                                             


  Indralaya, 9 Februari 2015



















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
             A. Latar Belakang.........................................................................................................3
             B. Tujuan......................................................................................................................3
             C. Rumusan Masalah....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
            A. Pengertian Osmoregulasi...........................................................................................4
            B. Prinsip-prinsip Osmoregulasi....................................................................................4
            C. klasifikasi Kepiting Bakau........................................................................................5
            D. Morfologi dan Anatomi Kepiting Bakau..................................................................6
            E. Osmoregulasi pada Kepiting.....................................................................................7


BAB 3 PENUTUP
             Kesimpulan....................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................            ..10
  


















BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Kehidupan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor fisika, faktor kimia dan biologi. Salah satu faktor yang mendukung kehidupan organisme di perairan adalah kadar salinitas dalam perairan.
            Tinggi rendahnya salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, payau maupun perairan asin akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan akan mengalami stress dan bahkan akan mengalami kematian akibat osmoregulasi yang tidak seimbang.
            Perubahan salinitas juga dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas mengalami perubahan. Pada saat tersebut ikan akan mengalami kecenderungan untuk mampu atau tidaknya ikan untuk melakukan keseimbangan osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi dengan normal sesuai dengan kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media yang berbeda juga akan mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya.
Kepiting bakau (S. serrata) merupakan salah satu biota potensial yang hidup di daerah mangrove memiliki nilai ekonomis tinggi. Dan merupakan spesies yang khas di kawasan hutan bakau (mangrove) dan hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi mangrove dengan substrat berlumpur atau lumpur berpasir. Di Indonesia banyak sekali jenis kepiting yang tersebar, mulai dari lingkungan air tawar, laut hingga daratan. Meskipun mampu hidup di air maupun di daratan, tetap ada tempat-tempat yang sangat disukai oleh jenis kepiting tertentu. Setiap kepiting mempunyai tempat hidup yang spesifik dan mungkin berbeda satu dengan yang lainnya, Pada umumnya kepiting ini banyak ditemukan di daerah hutan bakau.

B.     TUJUAN
  1. Agar kita tahu apa yang di maksud dengan osmoregulasi.
  2. Agar kita tahu prinsip-prinsip osmoregulasi.
  3. Agar kita tahu morfologi dan anatomi dari kepiting bakau (S. Serrata).
  4. Agar kita tahu mekanisme osmoregulasi pada kepiting bakau (S. Serrata).


C.     RUMUSAN MASALAH
  1. Apa yang di maksud dengan osmoregulasi?
  2. Bagaimana prinsip-prinsip osmoregulasi?
  3. Bagaimana morfologi dan anatomi dari kepiting bakau (S. Serrata)?
  4. Bagaimana mekanisme osmoregulasi pada kepiting bakau (S. Serrata)?


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Osmoregulasi

Osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup. Untuk menghadapi masalah osmoregulasi ikan melakukan pengaturan tekanan osmotiknya dengan cara:
1.      Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya.
2.      Mengurangi permeabilitas air dan garam.
3.      Melakukan pengambilan garam secara selektif.

B. Prinsip-Prinsip Osmoregulasi

Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah yang mengikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan Invertebrata laut tekanan osmotik cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik air laut. Cairan tubuh demikian di katakan isotonik atau isoasmotik dengan medium tempat hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya, maka cairan tubuhnya di sesuaikan dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).

Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relatif konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi osmotik (osmoregulasi), hewannya di sebut regulator osmotik atau osmoregulator. Ada dua macam regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik misalnya ikan laut, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih rendah dari mediumnya (air laut). Sedangkan pada regulator hiperosmotik, misalnya ikan air tawar, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada mediumnya (air tawar).

Beberapa hewan ada yang toleran terhadap rentangan luas konsentrasi garam mediumnya, hewan demikian di sebut euryhaline. Sedangkan hewan lain hanya toleran terhadap rentangan yang sempit konsentrasi garam mediumnya, hewan demikian disebut stenohaline.

Fenomena lain yang biasanya berhubungan sangat dekat dengan tingkat perkembangan kapasitas osmoregulasi adalah kemampuan hewan mengontrol kadar air dalam tubuhnya. Osmokonformitas rupanya adalah hasil kombinasi dari ketidakmampuan hewan mengontrol volume tubuh dan ketidakmampuan mengontrol isi larutan tubuh. Sebaliknya osmoregulasi merupakan manifestasi perkembangan kemampuan yang baik dari kedua proses tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa hewan osmokonformer juga merupakan konformer volume, sebaliknya osmoregulator juga merupakan regulator volume.

 Terdapat tiga pola regulasi ion air yaitu :
a.       Regulasi hipertonik atau hipersomatik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media.  Hal ini terjadi misalnya pada ikan air tawar (Potadrom).
b.      Regulasi hipertonik atau hiposomotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media.  Hal ini terjadi pada jenis ikan air laut (Oseandrom).
c.       Regulasi isotonic atau isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, sama dengan ikan – ikan yang hidup pada daerah eustaria (Hartono, 1993). 

Fluktuasi salinitas juga dapat membawa dampak yang buruk bagi organisme yang hidup pada perairan tersebut yang selalu senantiasa untuk beradapatasi terhadap perubahan ion-ion yang terkandung disuatu media tersebut sehingga dapat mengakibatkan organisme mengalami stress dan bahkan mengalami kematian jika ikan tak mampu lagi menjaga keseimbangan osmotiknya (Sukamto, 1992).
           
Osmoregulasi sangat di pengaruhi oleh Konsentrasi osmotik dalam tubuh pada organisme yang hidup di laut sama dengan air laut sekitarnya disebut osmoconformer, perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan suatu osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi (Fujaya, 2004).  Dan perbedaan kecepatan aliran darah atau air dari dalam tubuh antara ikan air tawar dan laut pada dasarnya sama tetapi tergantung pada spesiesnya.

  1. KLASIFIKASI KEPITING BAKAU

KLASIFIKASI KEPITING BAKAU
Phylum       : Arthropoda
Classis        : Crustacea
Subclassis   : Malacostraca
Ordo          : Decapoda
Sub ordo : Branchyura
Familia       : Portunidae
Genus         : Scylla
Spesies       : Scylla sp. S. serrata, S. tranquebarica, S. Paramamosain , S. Olivacea.

  1. MORFOLOGI DAN ANATOMI KEPITING BAKAU

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwIj4DI4ymyyEigU57ySSF8eulQS3JtarSWcKCpr4jScyJeswtJ8611cKnGXGei5uze1zhYDOzjoPtgaphjhWqJkmDfVD_P-knGe2bWZF5phmNo-eLk9mU8uyH605fWA5Crl5UBNt7qpY/s400/Gambar+1.jpg
Bagian-Bagian Kepiting Bakau


Ciri- ciri kepiting bakau menurut Kasry (1996) adalah sebagai berikut: karapas berwarna sedikit kehijauan, pada kiri-kanannya terdapat Sembilan buah duri-duri tajam, dan pada bagian depannya diantaranya tangkai mata terdapat enam buah duri, sapit kanannya lebih besar dari sapit kiri dengan warna kemerahan pada kedua ujungnya, mempunyai tiga pasang kaki pejalan dan satu kaki perenang yang terdapat pada ujung abdomen dengan bagian ujungnya dilengkapi dengan alat pendayung.

Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura. Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit.

Kepiting hidup di air laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang lebarnya hanya beberapa millimeter. Menurut Prianto walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulitkerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapase. Carapase merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lainexoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang. Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapase tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang.

Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda. Insang yang terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mengambil oksigen biasanya sulit dilihat dari luar. Insang terdiri dari struktur yang lunak terletak di bagian bawah carapase. Sedangkan mata menonjol keluar berada di bagian depan carapase. Jantung berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Hati berfungsi sebagai alat untuk menghasil kelenjar-kelenjar yang diperlukan oleh tubuh.  Kelenjar pencernaan berfungsi sebagai alat dalam sistem pencernaan. Jenis kelamin kepiting sangat mudah di tentukan, yaitu dengan mengamati organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak meruncing di bagian depan. Sedangkan alat kelamin betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan bagian depanya agak tumpul. Alat kelamin jantan terdiri dari sebuah testis berwarna putih dan terletak dibawah sinusparicardi dan organ kelamin betina berupa ovarium yang tempat dan bentuknya menyerupai testis.
 Habitat: jenis Kepiting ini hidup di hutan bakau; termasuk jenis demersal dan melakukan proses ganti kulit setiap 15 hari sekali (proses pertumbuhan). Jenis makanannya adalah Detritus.

  1. Osmoregulasi pada Kepiting

Kepiting merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kestabilan lingkungan internalnya, dengan cara mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan internalnya. Organ-organ sistem osmoregulasi yaitu, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Fungsi dari ginjal di sini menyaring sisa-sisa proses metabolisme untuk dibuang, zat-zat yang diperlukan tubuh diedarkan lagi melalui darah dan mengatur kekentalan urin yang dibuang untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh. Dalam osmoregulasi ini, kepiting memerlukan transportasi aktif, terutama pompa Na – K – ATPase, untuk mempertahankan gradien osmotik dalam tubuh bergerak normal.
Tekanan osmotik dalam sel akan mempengaruhi komposisi protein pada kondisi stress osmotik, juga terhadap penggunaan energi akibat aktivitas transportasi aktif, sehingga terjadi gradasi bahan-bahan yang kaya energi seperti lemak, dan karbohidrat. Protein juga akan mengalami gradasi, karena turut berperan dalam sistem pompa ion pada membran sel (protein membran sel/carrier) dan biokatalisator (enzim Na – K ATP ase). Dua macam enzim yang membantu transport ion melewati insang krustasea adalah karbonat anhidrase dan arginin kinase. Karbonat anhidrase menyediakan ion H+ dan HCO3- sebagai lawan ion na+ dan Cl- untuk pertukaran dengan mengkatalisis hidrasi CO2 di dalam sel insang. Aktifitas dari karbonat anhidrase dalam sitoplasma insang akan bertambah secara drastis ketika kepiting berpindah dari tempat yang bersalinitas yang tinggi ke tempat yang bersalinitas rendah, dimana fungsinya menyediakan ion yang akan akan melawan ion NaCl pada saat penyerapan. Proses penggunaan ATP dalam rangka transpor ion tergantung pada kerja enzim arginin kinase. Kepiting yang berpindah dari salinitas yang tinggi ke salinitas rendah, akan menyebabkan aktifitas enzim arginin kinase bertambah kelipatan dua dalam insang.
Jika salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami kondisi hipoosmotik, air dari dalam tubuh cenderung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga, kepiting akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah agar cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya. Dengan begitu, kepiting harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan air lewat insang dan kulit (saat moulting). Aktivitas ini mengeluarkan energi yang cukup besar. Dalam kondisi salinitas rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.
Air dalam media cendrung menembus masuk ke dalam tubuh, lewat lapisan kulit tipis kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan mengeluarkan air lewat kelenjar eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar air melalui urin. Pembelanjaan energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion pada salinitas air rendah. Dengan kata lain, kepiting yang merupakan organisme laut tipe osmoregulator-eurihaline ini memiliki pengaruh langsung terhadap salinitas media, tepatnya pada kemampuan pencernaan serta absorbsi sari pakan. Pengaruh salinitas yang tidak kalah penting yaitu dapat meningkatkan laju konsumsi oksigen, serta perubahan pola respirasi. Sehingga, pertumbuhan akan efektif bila kepiting hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik.





























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Osmoregulasi adalah proses pengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Sedangkan pengertian osmoregulasi bagi ikan adalah merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Kepiting merupakan hewan osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kestabilan lingkungan internalnya, dengan cara mengatur osmoralitas (kandungan garam dalam air) pada cairan internalnya. Organ-organ sistem osmoregulasi yaitu, ginjal, insang, lapisan tipis mulut. Kepiting yang berpindah dari salinitas yang tinggi ke salinitas rendah, akan menyebabkan aktifitas enzim arginin kinase bertambah kelipatan dua dalam insang.
Jika salinitas terlalu tinggi, kepiting mengalami kondisi hipoosmotik, air dari dalam tubuh cenderung bergerak keluar secara osmosis. Sehingga, kepiting akan berusaha mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dengan mencegah agar cairan urin tidak lebih pekat dari hemolimfenya. Dengan begitu, kepiting harus mengekstrak H2O dengan cara minum air serta memasukkan air lewat insang dan kulit (saat moulting). Aktivitas ini mengeluarkan energi yang cukup besar. Dalam kondisi salinitas rendah, kepiting mengalami kondisi hiperosmotik.

Air dalam media cendrung menembus masuk ke dalam tubuh, lewat lapisan kulit tipis kepiting. Kepiting mengantisipasinya dengan mengeluarkan air lewat kelenjar eksresi (kelenjar antena), juga memompa keluar air melalui urin. Pembelanjaan energi pun dibutuhkan untuk pengambilan ion-ion pada salinitas air rendah. Dengan kata lain, kepiting yang merupakan organisme laut tipe osmoregulator-eurihaline ini memiliki pengaruh langsung terhadap salinitas media, tepatnya pada kemampuan pencernaan serta absorbsi sari pakan. Pengaruh salinitas yang tidak kalah penting yaitu dapat meningkatkan laju konsumsi oksigen, serta perubahan pola respirasi. Sehingga, pertumbuhan akan efektif bila kepiting hidup pada media yang tidak jauh dari titik isoosmotik.

No comments:

Post a Comment