BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fisiologi adalah adalah turunan biologi yang mempelajari
bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi.Istilah ini dibentuk
dari kata Yunani Kuna physis, "asal-usul" atau
"hakikat", dan logia, "kajian".Fisiologi menggunakan
berbagai metode ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan, organ,
sistem organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan
kimiawinya untuk mendukung kehidupan (Hariyadi, 2005).
Fisiologi hewan air adalah Ilmu yang mempelajari fungsi,
mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel dari suatu organisme
(ikan sebagai hewan air). Termasuk dalam Fisiologi Hewan Air adalah Penyesuaian
diri terhadap lingkungan (adaptasi), Metabolisme, Peredaran darah, Respirasi,
Reproduksi dan Pengambilan makanan (nutrisi) (Fujaya,2008).
Air merupakan media
hidup organisme akuatik yang variabel lingkungannya selalu berubah baik harian,
musiman, bahkan tahunan. Kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut akan
mempengaruhi proses kehidupan organisme di dalamnya khususnya ikan. Air sebagai
lingkungan tempat hidup ikan harus mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan
ikan tersebut (Fujaya, 2008).
Tubuh ikan dapat
merespon perubahan lingkungan karena dilengkapi alat penerima rangsang (indera),
baik fisik maupun kimia. Misalnya mata, bertugas untuk menentukan perubahan
cahaya, linea lateral merekam
perubahan arus dan gelombang, telinga dalam merekam perubahan arah dan
gravitasi, indera pembau dan pengecap. Perubahan lingkungan yang direkam alat
indera tersebut dilaporkan ke otak untuk selanjutnya dilakukan penyesuaian
dengan cara perubahan tingkah laku atau metabolisme untuk mengatasi gangguan
keseimbangan (Fujaya, 2008).
Osmoregulasi adalah
suatu proses pengaturan tekanan osmosa, yaitu upaya hewan air untuk
mengkontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya.
Osmoregulasi penting dilakukan terutama oleh organisme air,
karena: a. harus ada keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan, b.
membram sel yang permeable merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat, c. adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan
lingkungan (Fujaya, 2008).
Dalam osmoregulasi terdapat dua istilah yaitu euryhaline dan stenohaline. Euryhaline adalah kemampuan suatu organisme terhadap keadaan perubahan salinitas yang tinggi. Ikan yang tergolong dalam euryhaline adalah salah satunya ikan nila. Stenohaline adalah tingkat adaptasi yang sempit terhadap salinitas yang tinggi. Contoh organisme yang bersifat stenohaline salah satunya adalah ikan nila (Fujaya, 2008).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati respon ikan
terhadap lingkungan hipoosmotik dan hiperosmotik.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum
ini adalah praktikan bisa mengetahui bagaimana respon ikan terhadap lingkungan hipoosmotik dan
hiperosmotik.
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis nilotichus)
Sistematika
ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin
(2003) adalah sebagai berikut:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
ordo : Perchomorphi
famili : Chiclidae
genus : Oreochromis
spesies :Oreochromis
niloticus
Perbandingan panjang badan
dan tinggi badan pada ikan nila adalah 3 : 1. Pada sirip ikan nila terdapat
garis-garis tegak lurus dan pada sirip punggung terdapat garis-garis yang
condong atau tegak lurus dengan sirip. Bentuk badan pipih berbentuk lonjong,
matanya menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, dagingnya tebal dan tidak
terdapat duri-duri halus didalamnya, kepalanya besar, mulutnya lebar, bibirnya
tebal, sisik besar-besar dan kasar, sirip punggung dan sirip belakang memiliki
jari-jari yang tajam seperti duri (Saanin, 2003).
Ciri-ciri pada ikan nila ini
adalah mempunyai ujung sirip kemerah-merahan pucat, warna perut lebih putih,
lubang urogenitalia ada 3 buah anus paling depan, lubang telur dan lubang
urine, warna dagu kehitam-hitaman atau kemerah-merahan, perut jika distripping
tidak mengeluarkan cairan. Sedangkan pada ikan nila jantan yaitu ujung sirip memiliki warna kemerah-merahan
yang jelas, warna perut kehitam-hitaman, lubang urogenitalia ada 2 buah yaitu
lubang sperma merangkap urine, warna dagu putih, perut jika distripping
mengeluarkan cairan berupa air (Affandi, 2001).
Secara morfologis ikan nila
memiliki bentuk tubuh simetris bilateral, panjang dan ramping dengan
perbandingan antara panjang total dengan tinggi 3:1, mulut terminal dan dapat
di sumbulkan. Sirip yang terdapat pada ikan nila yaitu ikan nila mempunyai lima
buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada(Pectoral fin). Sirip
punggung memanjang mulai dari bagian atas tutup insang sampai bagian atas sirip
ekor, sirip dada dan sirip perut masing-masing adda sepasang dengan ukuran
kecil, sirip anus hanya sebuah dengan bentuk agak panjang, sementara sirip
ekornya pun hanya satu buah dengan bentuk
membulat (DPVAC dengan D panjang dan P pendek, posisi V terhadap P adalah abdomen, sirip C tegak)
(Saanin, 2003).
2.1. Habitat Ikan
Nila
Ikan nila merupakan
ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar. Meskipun kadang-kadang ikan
nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Oleh karena itu
ikan nila dikenal juga sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada
kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar,
termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat
menjadi masalah sebagai spesies invasif
pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang
karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin,
Budidaya ikan nila juga dapat dilakukan di kolam-kolam tanah ataupun
tangki-tangki pembesaran buatan (Andrianto, 2005).
Ikan
nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Bogor (Balai Penelitian Perikanan
Air Tawar) pada tahun 1969. Setahun kemudian, ikan ini mulai ditebarkan ke
beberapa daerah. Pemberian nama nila berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal
Perikanan pada tahun 1972. Nama tersebut diambil dari narna species ikan ini,
yakni nilotica yang kemudian diubah menjadi . Nama nilotica menunjukan daerah
asal ikan ini, yaitu sungai (Andrianto, 2005).
Secara alami ikan ini melakukan migrasi dari habitat aslinya di sungai Nil di Uganda (bagian hulu Sungai Nil) kw arah selatan melewati Danau Raft dan Tanganyika hingga ke Mesir (sepanjang Sungai Nil). Nila juga terdapat di Afrika bagian tengah dan barat. Populasi terbanyak ditemukan di kolam-kolam ikan di Chad dan Nigeria. Dengan campur tangan manusia, saat ini nila telah menyebar ke seluruh dunia mulai dari Benua Afrika, Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. (Andrianto, 2005)
Klasifikasi awalnya,
nila dimasukkan ke dalam jenis Tilapia
nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan
larva di dalam mulut induknya. Dalam perkembangannya, para pakar perikanan
menggolongkannya ke dalam jenis Sorotherodon niloticus atau kelompok ikan
tilapia yang mengerami telur dan larvanya di dalam mulut induk jantan dan
betina. Akhirnya, diketahui bahwa yang mengerami telur dan larva di dalam mulut
hanya induk betinanya. Para pakar perikanan kemudian memutuskan bahwa nama
ilmiah yang tepat untuk ikan ini adalah Oreochromis
niloticus atau Oreochromis sp. (Andrianto, 2005).
Karena mudahnya dipelihara dan
dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi,
termasuk di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya
yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di
samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet
(Andrianto, 2005).
2.3. Kebiasaan
Makan Ikan Nila
Ikan
nila merupakan jenis ikan yang aktif mencari makan pada siang hari. Aktivitas
makan ikan ini banyak dilakukan pada siang hari. Pada malam hari, mereka
lebih banyak beristirahat, contohnya yaitu ikan mas, nila, bawal, dan
gurami (Andrianto,
2005).
Kebiasaan
makan dan laju pertumbuhan ikan nila. Ikan nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga
bisa mengonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan. Karena itu, ikan ini sangat
mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, pakan yang disukainya adalah
zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Moina sp. Atau Daphnia sp.
Selain itu benih nila juga memakan alga atau lumut yang menempel di bebatuan
yang ada di habitat hidupnya. Ketika dibudidayakan, nila juga memakan tanaman
air yang tumbuh di kolam budidaya
(Andrianto, 2005).
Jika telah mencapai ukuran dewasa, ikan ini bisa diberi berbagai pakan tambahan seperti pellet laju pertumbuhan tubuh nila yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan interaksinya. Sebagai contoh, Curah hujan yang tinggi akan mengganggu pertumbuhan tanaman air dan secara tidak langsung akan memengaruhi pertumbuhan nila yang dipelihara.( Andrianto, 2005)
2.4. Kualitas Air
Ikan nila cocok dipelihara di
dataran rendah sampai agak tinggi (500 m dpl) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus
bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia
beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan
ikan. Debit air untuk kolam
air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak
dengan baik di air arus deras.( Andrianto,
2005).
Air yang digunakan dalam pembesaran ikan nila besaral
dari aliran air sungai dan campuran dari iar hujan. Pengelolaan kualitas air
yang digunakan yaitu dengan cara penanganan terhadap air serta pengecekan
parameter kualitas air dengan menggunakan alat ukur kualitas air seperti
termometer untuk mengukur suhu, DO meter sebagai pengukur kandungan oksigen, pH
meter untuk pengecekan pH, dan amoniak.( Andrianto, 2005).
2.4.1. Suhu
Suhu optimal
untuk ikan nila antara 25-300 C. Oleh karena itu ikan nila cocok
dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi 500 m diatas permukaan laut.(Lesmana,
2001).
2.4.2. pH
Ikan nila
yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan ikan
yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5.
Namun, pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8.(Andrianto, 2005).
2.4.3. Salinitas
Menurut Andrianto (2005) Ikan nila tergolong ikan yang dapat bertahan pada kisaran salinitas yang luas dari 0 – 35 ppt. Ikan nila merupakan ikan yang biasa hidup di air tawar, sehingga untuk membudidayakan diperairan payau atau tambak perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu secara bertahap sekitar 1 – 2 minggu dengan perubahan salinitas tiap harinya sekitar 2- 3 ppt agar ikan nila dapat beradaptasi dan tidak stres (Andrianto, 2005).
Ikan nila akan mampu bertahan hidup
pada air dengan salinitas 50 g/l dan tumbuh baik pada air dengansalinitas 18
ppt. Sedangkan ikan nila dengan jenis Tilapia Aureadan Tilapia
Nilotica akan berkembang biak dan tumbuh baik pada salinitas perairan
berkisar 10-20 g/l (Andrianto,
2005).
2.5.
Sistematika dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius sp)
Adapun sistematika
ikan Patin (Pangasius sp) menurut Saanin (2003), yaitu sebagai berikut:
Kingdom :
Animalia
phylum :
Chordata
sub phylum : Vertebrata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Ostariophysi
sub Ordo : Siluroidei
family : Schilbeidae
genus : Pengasius
spesies : Pangasius sp
sub phylum : Vertebrata
class : Pisces
sub class : Teleostei
ordo : Ostariophysi
sub Ordo : Siluroidei
family : Schilbeidae
genus : Pengasius
spesies : Pangasius sp
Ikan patin memiliki warna tubuh putih agak keperakan dan punggung agak kebiruan, bentuk tubuh memanjang, kepala relatif kecil, pada ujung kepala terdapat mulut yang dilengkapi dua pasang sungut yang pendek. Pada sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak mempunyai sisik, sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas lubang dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Memiliki sirip dada 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil, di bagian permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil (Saanin, 2003).
Ikan
Patin nama Inggrisnya Catfish, yang
termasuk dalam Famili Pangasidae,
Ikan Patin bersifat nocturnal (lebih
banyak melakukan aktivitas di malam hari), juga sifatnya yang Omnivora (pemakan
segala macam makanan), antara lain cacing, serangga, udang, ikan yang
kecil–kecil dan biji–bijian , bahkan sabun detergen batangan (Affandi,
2001).
Ikan
Patin, termasuk ikan dasar, dapat terlihat dari bentuk mulutnya yang terletak
lebih kebawah, dan habitat ikan ini di sungai–sungai besar , dan muara– muara
sungai, dan tersebar di Indonesia, Myanmar dan india (Affandi,
2001).
Banyak kerabat Ikan Patin ini yang
termasuk dalam keluarga Pangasidae ini, antara lain yang tersebar di Indonesia
pada umumnya memiliki ciri–ciri bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik
atau ada yang bersisik sangat halus, mulutnya kecil dan ada sungutnya berjumlah
2-4 pasang yang berfungsi sebagai alat peraba, terdapat Patil/panting pada
sirip punggungnya juga sirip dadanya, sirip duburnya panjang dimulai dari
belakang dubur hingga sampai pangkal sirip ekor (Affandi, 2001).
2.6. Habitat Ikan Patin
Habitat dan penyebaran
ikan patin (pangasius sp) dimana patin tidak pernah ditemukan di
daerah payau atau di air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang
perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air (Affandi, 2001).
Habitat atau lingkungan
hidup ikan patin banyak ditemukan di perairan air tawar, di dataran rendah
sampai sedikit payau. Penyebaran lele di Indonesia berada di Pulai Jawa,
Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Ikan patin secara alami berada di perairan
umum, namum seiring dengan semakin banyaknya petani yang membudidayakan ikan
patin ini, pemeliharaan ikan patin banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Affandi,
2001).
2.7. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan ikan. Kebiasaan makan ikan diperlukan untuk mengetahui gizi alamiah ikan tersebut sehingga dapat dilihat hubungan ekologi diantara organisme diperairan itu, misalnya bentuk– bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan. Jadi makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi pertumbuhan dan kondisi ikan. Jenis makanan dari spesies ikan biasanya tergantung umur, tempat dan waktu (Affandi, 2001).
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal. Ia termasuk ikan ikan dasar . Secara fisik memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan demersal lain seperti lele dan ikan gabus. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri dari cacing, serangga, udang sungai, jeni–jenis siput dan biji–bijian juga. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar (Affandi, 2001).
Ikan patin mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder). Berdasarkan jenis pakannya, ikan patin digolongkan sebagai ikan yang bersifat omnivora (pemakan segala). Namun, pada fase larva, ikan patin cenderung bersifat karnivora. Pada saat larva, ikan patin bersifat kanibalisme atau bersifat sebagai pemangsa. Oleh karena itu, ketika masih dalam tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat (Affandi, 2001).
2.8. Kualitas Air
Air merupakan media hidup bagi ikan dimana di dalamnya mengandung berbagai bahan kimia lainnya, baik yang terlarut dan dalam bentuk partikel. Kualitas air bagi perikanan didefenisikan sebagai air yang sesuai untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan, dan biasanya hanya ditentukan dari beberapa parameter. Unsur kualitas air yang paling berpengaruh terhadap kehidupan ikan antara lain suhu, oksigen terlarut (DO), keasaman (pH) dan kesadahan (Subani, 2000).
Kualitas air sangat berhubungan erat dengan kelangsungan hidup ikan patin di bak pendederan. Parameter kualitas air yang baik untuk dilakukannya budidaya ikan patin. (Subani, 2000)
2.8.1. Suhu
Ikan patin cocok hidup di air yang memiliki suhu berkisar 28-31 0C. Karena itulah kebanyakan ikan patin hidup di perairan tropis.(Lesmana, 2001)
2.8.2. pH
Aktifitas ikan patin yang memproduksi asam dari hasil proses metabolisme dapat mengakibatkan penurunan pH air, kolam yang lama tidak pernah mengalami penggantian air akan menyebabkan penurunan pH, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi asam oleh ikan patin yang terakumulasi terus-menerus didalam kolam dan ini dapat menyebabkan daya racun dari amoniak dan nitrit dalam budidaya ikan nila akan meningkat lebih tajam. pH yang sesuai agar pertumbuan ikan patin optimum adalah pada pH 6 – 7. (Subani, 2000)
2.8.3. Salinitas
Karena ikan patin termasuk ikan yang hidup di air tawar oleh karena itu ikan patin cocok hidup di perairan yang memiliki salinitas 0-5 ppt.( Subani, 2000).
2.9. Osmoregulasi
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.(Fujaya,2008).
Hal ini penting dilakukan terutama oleh organisme perairan karena :
1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan.
2. Membran sel yang merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat.
3.Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan osmotik dua macam cairan misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup hewan).(Fujaya,2008).
Dalam keadaan normal (osmosis), cairan akan mengalir dari cairan yang encer menuju cairan yang pekat. Agar tidak mengalir dari cairan yang encer ke cairan yang pekat, maka diberikan tekanan dengan besaran tertentu, dan tekanan ini disebut dengan tekanan osmotic larutan (besarnya tekanan yang diperlukan untuk mencegah aliran cairan encer ke bagian pekat). (Fujaya,2008).
Tekanan osmotic sama dengan konsentrasi osmotic, sehingga apabila tekanan osmotic tinggi, maka larutankonsentrasi osmotic juga akan tinggi. Sehingga akan diperoleh larutan yang Hiperosmotik (larutan yang mempunyai konsentrasi osmotik lebih tinggi daripada larutan yang lain) dan larutan yang Hipoosmotik (larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya.) (Fujaya,2008).
Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk mmelakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya.Oleh karena itu, pengetahuan tentang osmoregulasi sangat penting dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan, terutama salinitas.Hal ini karena dalam osmoregulasi, proses regulasi terjadi melalui konsentrasi ion dan air di dalam tubuh dengan kondisi dalam lingkungan hidupnya. (Fujaya,2008).
Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik, hipotonik atau isotonik tergantung pada perbedaan (lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media. Perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraselular dalam tubuh ikan. Untuk ikan-ikan potadrom yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses ormoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi. (Fujaya,2008).
Ada 3 pola regulasi ion dan air yakni :
1. Regulasi Hipertonik atau Hiperosmotik, yaitu pengaturan aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi lingkungan, misalnya pada petadrom (Ikan air tawar), Mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya dengan mengurangi minum dan memperbayak urin.
2. Regulasi Hipotenik atau Hipoosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi lingkungan, misalnya pada oseandrom (Ikan air laut), meperbanyak minum dan mengurangi volume urin.
3. Regulasi isotonik atau Isoosmotik, yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi lingkungan, misalnya ikan yang hidup pada daerah estuari. Diadrom, melakukan aktivitas osmoregulasi seperti potadrom bila berada di air tawar dan seperti oseanodrom bila berada di air laut.(Fujaya,2008).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Air ini dilaksanakan hari Rabu, 18 Februari 2015 pukul 14.30 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Dasar Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya.
3.2 Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum
No
|
Alat
|
Spesifikasi
|
Fungsi
|
1
2
3
4
|
Toples
Tisu
Refraktor meter
Penggaris
|
3 buah
1 buah
1 buah
1 buah
|
Sebagai wadah pemeliharaan ikan Untuk membersihkan toples dan peralatan lainnya
Untuk mengukur salinitas
Untuk mengukur panjang ikan
|
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum
No
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
Fungsi
|
1
2
3
4
5
|
Air tawar
Ikan patin
Ikan nila
Garam krosok
Aquadest
|
3 liter
5 ekor
5 ekor
Secukupnya
Secukupnya
|
Media pemeliharaan ikan
Bahan uji percobaan
Bahan uji percobaan
Penambahan kadar garam
Untuk pengontrol
|
3.3 Metoda kerja
Adapun metode kerja dalam praktikum pengamatan respon ikan terhadap perubahan salinitas adalah sebagai berikut. :
1. Siapkan media berupa 3 buah toples berukuran 5 liter yang masing-masing sudah dibersihkan, lalu diberi air masing-masing toples sebanyak 3 liter. Dan diberi tanda antara toples A,B,dan C
2. Timbang garam masing sebanyak 15 gram garam untuk toples C, dan 5 gram garam sebanyak 3 buah untuk toples B.
3. Lalu masukkan masing-masing toples A,B,dan C 2 ekor ikan patin dan 2 kor ikan nila.
4. Lalu beri perlakuan :
a. Toples A : tidak diberi perlakuan. Amati dan catat respon yang terjadi pada ikan
b. Toples B : diberi perlakuan dengan menambah 5 gram garam pada 5 menit pertama, beri 5 gram garam pada 5 menit kedua, dan 5 gram garam pada 5 menit ketiga. Amati dan catat respon yang terjadi pada ikan selama diberi perlakuan secara bertahap tersebut
c. Toples C : beri perlakuan dengan menambah 15 gram garam pada toples dan larutkan. Lalu amati dan catat respon yang terjadi selama 5 menit.
5. Lalu catat dan bedakan respon yang terjadi pada ikan di toples A, ikan di toples B, dan ikan di toples C.
6. Buat laporan akhir mengenai respon ikan terhadap salinitas yang diberikan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Ukuran ikan pada pola adaptasi
No
|
Salinitas Berat
|
Panjang
| ||
Patin
|
Nila
|
Patin
|
Nila
| |
1
|
0 4gr
|
3gr
|
9cm
|
8cm
|
2
|
5 6gr
|
5gr
|
10cm
|
8cm
|
3
|
10 3gr
|
7gr
|
7cm
|
8cm
|
4
|
15 4gr
|
7gr
|
8cm
|
8cm
|
5
6
|
20 5gr
25 8gr
|
7gr
7gr
|
9cm
10cm
|
8cm
8cm
|
2. Ukuran Ikan pada pola kejutan salinitas
No
|
Salinitas Berat
|
Panjang
| ||
Patin
|
Nila
|
Patin
|
Nila
| |
1
|
0 4gr
|
3gr
|
9cm
|
8cm
|
2
|
5 6gr
|
5gr
|
10cm
|
8cm
|
3
|
10 3gr
|
7gr
|
7cm
|
8cm
|
4
|
15 4gr
|
7gr
|
8cm
|
8cm
|
5
6
|
20 5gr
25 8gr
|
7gr
7gr
|
9cm
10cm
|
8cm
8cm
|
3. Respon ikan pola adaptasi
No
|
Salinitas
|
Respon ikan
| |
Ikan patin
|
Ikan nila
| ||
1
|
0
|
Bergerak aktif
|
Bergerak normal
|
2
|
5
|
Lebih banyak bergerak
|
Lebih banyak diam
|
3
|
10
|
Overculum cepat
|
Overculum lambat
|
4
|
15
|
Sedikit bergerak
|
Sedikit lambat bergerak
|
5
|
20
|
Stres
|
Mengalami stres
|
6
|
25
|
Berlendir
|
Lendir sedikit
|
4. Respon ikan pada pola kejutan salinitas
No
|
Salinitas
|
Respon ikan
| |
Ikan patin
|
Ikan nila
| ||
1
|
0
|
Bergerak normal
|
Bergerak aktif
|
2
|
5
|
Mengeluarkan banyak lendir
|
Sedikit lendir
|
3
|
10
|
Overculum cepat
|
Overculum cepat
|
4
|
15
|
Kehilangan kendali
|
Masih dalam kendali
|
5
|
20
|
Banyak mengeluarkan kotoran
|
Banyak mengeluarkan kotoran
|
6
|
25
|
Stres
|
Stres
|
4.2. Pembahasan
Ikan memiliki kecenderungan untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, seperti yang telah kita ketahui pada praktikum respon ikan terhadap lingkungan hiperosmotik, hipoosmotik dan isoosmotik ini bahwa setiap ikan dari jenis berbeda akan memiliki reaksi yang berbeda dengan ikan yang lainnya. Ikan air tawar atau yang biasa disebut dengan potadromus adalah ikan yang tergolong hiperosmotik, yaitu suatu keadaan dimana konsentrasi didalam tubuh ikan lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan, oleh karena itu untuk menyeimbangkan tekanan osmotiknya ikan air tawar sedikit atau tidak sama sekali minur air dan banyak mengeluarkan urin, sehingga urin ikan air tawar lebih encer.
Pada percobaan pertama yaitu respon ikan pola adaptasi. Ikan yang telah diukur bobot dan panjangnya dimasukkan kedalam toples B dan kemudian selama 5 menit ikan berada didalam air tawar lalu ditambahkan garam dengan konsentrasi 5 ppt. Ikan patin dan ikan nila pada kondisi ini masih bisa bergerak secara aktif. Kemudian pada pengamatan selama 5 menit ini kami mengamati perubahan respon pada kedua ikan. Ikan nila melakukan overculum tidak terlalu cepat dibandingkan dengan ikan patin dan ikan patin lebih aktif bergerak dibandingkan ikan nila pada waktu mendekati 5 menit. Setelah 5 menit ditambahkan lagi konsentrasi air menjadi 10 ppt, disini respon dari ikan adalah geraknya cepat sedangkan ikan nila bergerak lebih cepat dari sebelumnya tetapi tidak secepat ikan patin. Kami melakukan penambahan konsentrasi 5 ppt setiap 5 menit,respon yang diberikan ikan selalu tak jauh beda dengan sebelumnya. Ikan nila lebih cepat beradaptasi di bandingkan dengan ikan patin karena gerakan ikan nila lebih teratur jika dibandingkan ikan patin.
Kemudian pada percobaan kedua yaitu melihat respon ikan pada pola kejutan salinitas. Disebut pola kejutan salinitas karena pada awalnya lingkungan ikan bersifat air tawar lalu kemudian pada toples diberikan garam dengan konsentrasi 25 ppt dan diamati selama 5 menit. Respon ikan patin pada kondisi ini adalah mengeluarkan banyak lendir, ikan kehilangan kendali, pada awal bergerak sangat cepat dan akhirnya bergerak sangat lambat, banyak mengeluarkan feses dan bergerak tak beraturan. Sedangkan pada ikan nila banyak melakukan gerak dan overculum sangat cepat, ikan dapat mempertahankan kendali tubuh, banyak mengeluarkan feses dan stress. Melihat dari kedua percobaan bisa dikatakan bahwa ikan bisa bertahan di air yang memiliki salinitas tinggi dengan cara bertahap.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Ikan dengan pola adaptasi dan tidak diberi salinitas tetap aktif bergerak
2. Ikan dengan pola adaptasi dan diberi salinitas mengalami perubahan tingkah laku.
3. Ikan patin yang diberi salinitas , ia akan mengeluarkan lendir.
4. Ikan nila yang diberi salinitas, ia akan banyak mengeluarkan feses.
5. Semakin tinggi salinitas yang diberikan maka ikan semakin mudah mengalami stress dan pasif.
6. Semakin tinggi salinitas yang diberikan makan semakin sulit ikan untuk beradaptasi
5.2. Saran
Sebaiknya dalam pengamatan respon ikan terhadap lingkungan hiperosmotik, hipoosmotik dan isoosmotik ini dilakukan dan diamati dengan teliti agar hasil yang didapat akurat dan bisa dilihat perbedaan secara spesifik antara respon ikan nila dan ikan patin terhadap lingkungan yang bersalinitas.
No comments:
Post a Comment