Saturday 11 June 2016

MAKALAH TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN POLIPLOIDISASI

 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan sel, dasarnya adalah penambahan atau pengurangan set haploid atau diploid.Pada ikan dan hewan lainnya dengan fertilisasi eksternal, proses-proses buatan dapat dilakukan untuk salah satu gamet sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada beberapa periode selama formasi pada zigot (Purdom,1983). Salah satu metode manipulasi kromosom adalah poliploidisasi. Tujuan manipulasi poliploidi adalah pemuliaan pada flora maupun fauna. Individu poliploidi secara fenotif, berbeda dengan diploid maupun haploid.
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit. Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock) suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure atau secara kimiawi untuk mencegah peloncatan polar body II atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlakuan untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan juga mempengaruhi laju penetasan, abnormalitas, kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan(Taufiq, 2001).
Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik perhatian masyarakat petani ikan maupun para peneliti di bidang perikanan. Metode manipulasi kromosom (gamet) pada ikan merupakan salah satu terobosan teknologi untuk menghasilkan ikan yang unggul.

1.2 Rumusan Masalah
1). Apa yang dimaksud dengan poliploidisasi?
2). Apa saja metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi?
3). Bagaimana proses dari teknik poliploidisasi?
4). Apa saja analisisdari teknik poloploidisa?
1.3 Tujuan
1). Untuk mengetahui tentang poliploidisasi
2). Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam teknik poliploidisasi
3). Untuk mengetahui proses dari teknik poliploidisasi
4). Untuk mengetahui analisis  dari teknik poliploidisasi


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Poliploidisasi 
Polipliodisasi adalah Proses pergantian kromosom dimana individu yang dihasilkan mempunyai lebih dari dua set kromosom. Poliploidisasi adalah usaha, proses atau kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari satu set (Effendie,1997). Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit.
Poliploidi adalah organisme yang mempunyai lebih dari dua set kromosom atau genom dalam sel stomatisnya. Untuk organisme yang mempunyai jumlah kromosom dari kelipatan jumlah kromosom dasar (n) disebut haploid. Bila jumlah kromosom individu bukan merupakan kelipatan n disebut aneuploid, misalnya 2n+1 atau 2n-1. Jumlah yang lebih kecil daripada kelipatan n disebut hyperploid, sedang yang lebih besar disebut hypoploid ( Yatim, 1990 ). Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasiOrganisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya. Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n).
Tipe poliploid dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di alam. Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab di atas, menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola pembelahan sel autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau delapan set kromosom. Triploid karena autopoliploid dapat bersifat fertil. Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam meiosis.Amfidiploid adalah allotetraploid yang perilaku pembelahan selnya serupa dengan diploid. Allopoliploidi segmental terjadi apabila sebagian kromosom berasal dari genom yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set kromosom yang lengkap). Suatu spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan evolusinya berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid.
Manipulasi poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang mempunyai lebih dari 2 set kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan pemuliaan terhadap flora dan fauna untuk memperbaiki mutu yang lebih baik dari jenis atau organisme sebelumnya. Individu normal di alam pada umumnya memiliki 2 set kromosom yang biasa disebut diploid (2n). Individu diploid yang menghasilkan mutan gamet haploid (n), biasanya berumur pendek. Apabila telur dari organisme diploid dirangsang untuk menjalani embriogenesis tanpa fertilisasi oleh sperma, lebih dahulu aka menghasilkan individu haploid yang menyimpang (Adisoemarto, 1988). Manipulasi poliploidi menghasilkan individu triploid, tetraploid dan ploid yang lebih tinggi. Poliploid ini dapat tumbuh lebih pesat dibandingkan individu diploid dan haploid. Individu triploid memiliki sifat steril dan individu tetraploid bersifat fertil (Sistina, 2000).

2.2 Metode Poliploidisasi 
Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti kejutan (shock) suhu panas maupun dingin, hydrostatic pressure, Kejutan listrik dan radiasi. Sedangkan cara kimia dilakujan dengan zat-zat anti pembelahan seperti kolkisin, sitokalasin dan vncristine. untuk mencegah peloncatan polar bodyII atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi. Masing-masing memiliki intensitas, lama dan waktu perlakuan yang kritis dan perlu evaluasi lebih lanjut, sedangkan tiap spesiesmungkin memiliki perbedaan dalam merespons masing-masing perlakuan tersebut (Johnstone, 1993). Peloncatan polar bodyII terjadi 3–7 menit setelah fertilisasi padabeberapa spesies (Carman et al., 1991), sedangkan pembelahan mitosis pada ikan mas terjadi 20–40 menit setelah fertilisasi. Kejutan suhu selain murah dan mudah, juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991). Kejutan panas mudah dan sering digunakan untuk aplikasi poliploidisasi pada beberapa spesies ikan. Komen (1990) menyatakan, suhu panas lebih efektif untuk mencegah terlepasnya polar bodyII.
Pendekatan praktis untuk induksi poliploid melalui kejutan panas merupakan perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu sublethal. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu kejutan, dan lama kejutan. Nilaiparameter tersebut berbeda untuk setiap spesies.Kejutan suhu 3 menit setelah fertilisasi dapat menghasilkan gynogenesis meiosis pada ikan mas dan triploid massal pada Clarias batrachus L. Kejutan suhu panas 40°C umum digunakan pada ikan mas dengan lama kejutan bervariasi, yaitu antara 1,5–2 menit, 2 menit  atau 1–3 menit. Ikan mas hasil gynogenesis mitosis dihasilkan melalui kejutan panas 29Berk. Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas 134 menit setelah fertilisasi atau 28–30 menit setelah fertilisasi.
Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau partenogenesis, dan menyebar luas. Usaha poliploidisasi buatan dilakukan dengan alasan untuk memperoleh bentuk-bentuk baru yang memiliki sifat lebih baik.  Sifat-sifat baik yang diharapkan dari bentuk poliploid antara lain adalah: lebih unggul, mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik, mempertahankan sifat-sifat baik dari bentuk-bentuk heterozigot, menghilangkan sterilitas karena sebab genetik, menghilangkan incompatibilitas, mendapatkan pasangan seimbang untuk spesies tetraploid yang telah ada.

2.3 Proses Poliploidisasi
Proses awal pembentukan oosit I hingga fase meiosis I, akan menghasilkan: oosit II yang mengandung sitoplasma dan polar bodi II. Bila pada fase ini terjadi fertilisasi oleh spermazoa, maka oosit II menjadi totipotensi aktif. Dalam tahap penggabungan kromosom ini, pelakuan kejut segera laksanakan. Untuk mendapatkan individu poliploid yang diinginkan dapat dilakukan berbagai kejutan seperti suhu panas, dingin, tekanan  (hydrostatic pressure)  dan menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia yang digunakan adalah kolkisin atau kolsemid. Tujuannya adalah untuk menghalangi peloncatan polar body II, bersama pronuklei betina dan jantan akan membentuk zigot poliploidi. Penggunaan zat kimia memiliki tujuan sama, yakni untuk menimbulkan kerusakan mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan selama pembentukkan gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan menghasilkan zigot poliploid. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejut panas adalah waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama kejutan. Nilai parameter tersebut berbeda pada setiap jenis.
Menurut hasil penelitian Mukti et al., (2001) ploidisasi dilakukan setelah menghitung jumlah nukleus, kemudian memberi perlakuan kejut suhu 40°C selama 1,5 menit maka akan dihasilkan triploid 70 % dan tetraploid sebesar 60 %.Perlakuan ini efektif untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan.

2.3.1 Pembentukan Ikan Poliploidi
Pada umumnya untuk pembentukan oragnisme baru diawali dengan proses fertilisasi antara ovum dan sperma dari dua induk, ovum terbentuk dari proses oogenesis dan sperma terbentuk dari proses spermatogenesis. Pada pembentukan ikan poliploidi tidak dapat dipisahkan dari proses fertilisasi, oogenesis dan spermatogenesis. Ovum yang telah dibuahi pada fertilisasi akan melanjutkan pembelahan meiosis II dan terbentuklah sel polar bodi II, sehingga pada zigot terdapat pronukleus jantan (1n) dan pronukleus betina (1n) yang akhirnya membentuk zigot diploid, dan selanjutnya zigot akan melakukan pembelahan mitosis (Firdaus, 2002). Proses pembentukan ikan poliploid khususnya triploid dan tetraploid berbeda dengan pembentukan ikan normal (diploid).

2.3.2 Pembentukan Ikan Normal (Diploid)
Proses pembentukan ikan normal adalah dengan terjadinya fertilisasi telur ikan normal yang mempunyai 2N kromosom oleh sperma 1N kromosom akan mempunyai 3N kromosom, kemudian telur akan mengalami peloncatan polar bodi II, yaitu 1N kromosom dari telur akan meloncat keluar sehingga di dalam telur tinggal 2N kromosom yang masing-masing berasal dari kedua induknya (jantan dan betina). Proses selanjutnya adalah terjadi pembelahan sel tubuh (mitosis) kemudian embrio berkembang dan menetas menjadi ikan normal yang hanya mempunyai 2N kromosom.

2.3.3 Pembentukan Ikan Triploid
Triploidisasi dalam usaha budidaya dilakukan karena dua alasan yaitu pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan ikan diploid dan kerena ikan triploid ini umumnya steril. Kesterilan ini dapat mencegah gametogenesis dan menghemat pemakaian energi dan materi. Ikan triploid bersifat steril karena kromosom homolognya tidak dapat bersinapsis untuk gametogenesis.
Akibat kondisi steril ini makanan yang seharusnya digunakan untuk perkembangan gonad dan reproduksi akan digunakan untuk pertumbuhan badan dan akibatnya berpengaruh besar kepada laju konversi makanan dan kecepatan tumbuh. Karena itu budidayanya lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan diploid. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan beberapa teknik. Ikan triploid dapat dihasilkan dengan induksi poliploidisasi misalnya dengan kejutan panas, teknik pembentukan ikan triploid semacam ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya peloncatan polar bodi II selama pembelahan meiosis II setalah terjadi fertilisasi. Dengan demikian ovum tetap mempunyai dua perangkat kromosom yang ditambah satu perangkat kromosom dari pronukleus jantan sehingga terbentuklah zigot dengan tiga set kromosom (triploid) (Firdaus, 2002).
Dari beberapa hasil penelitian, terutama pada ikan mas (Cyprinus carpio L.) disebutkan terdapat kombinasi awal antara pemberian kejutan panas, lama waktu dan intensitas suhu kejutan panas yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.Pembentukan ikan triploid dilakukan dengan cara memberikan kejutan panas pada waktu 3-7 menit setelah fertilisasi. Berdasarkan atas hasil penelitiannya, Mustami (1997) menyimpulkan bahwa pemberian kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selam dua menit, mempunyai efektifitas yang tinggi menghasilkan ikan triploid. Sedangkan Mukti (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kejutan panas 40°C pada waktu tiga menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit menunjukkan hasil yang optimal untuk menghasilkan ikan triploid.
Selain dengan kejutan panas, menurut Firdaus (2002) mengatakan bahwa ikan triploid dapat dibentuk dengan mengawinkan antara induk ikan tetraploid dengan induk ikan diploid, induk ikan tetraploid akan menghasilkan gamet diploid dan induk ikan diploid menghasilkan gamet haploid, apabila terlibat dalam proses fertilisasi maka akan dihasilakn zigot triploid.

2.3.4 Pembentukan Ikan Tetraploid
Pada dasarnya pembentukan ikan tetraploid mempunyai prinsip yang sama dengan pembentukan ikan triploid dalam hal pemberian kejutan panas. Tetapi ada perbedaan yang pokok yaitu terletak pada waktu pemberian kejutan panas kepada telur yang telah difertilisasikan. Pada ikan triploid suhu diberikan sebelum terjadinya peloncatan polar bodi II, sedangkan ikan tetraploid kejutan panas diberikan setelah terjadinya peloncatan polar bodi II. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kejutan panas diberikan setelah kromosom mereplikasi dan nukleus zigot sedang terbagi dua. Kejutan panas diberikan pada zigot diploid saat atau sebelum mengalami mitosis. Kejutan suhu pada saat itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembelahan pada nukleus dan bagian sel dengan harapan kromosomnya saja yang membelah dengan kata lain mencegah pembelahan sel secara mitosis pada zigot diploid setelah terjadi penggandaan kromosom, oleh karena itu kromosom yang terbentuk setelah perlakuan kejutan panas ini menjadi 4N (tetraploid) .Waktu terjadinya pembelahan zigot untuk pembentukan tetraploid ini berbeda dengan waktu peloncatan polar bodi II pada pembentukan triploid, disamping waktu yang perlu diperhatikan adalah lama pemberian kejutan panas dan besarnya suhu yang diberikan.
Dari penelitian yang telah dilakukan Mustami (1997) waktu yang paling efektif yaitu pemberian kejutan panas sebesar 40°C pada menit ke 31 setelah fertilisasi selama dua menit. Sedangkan pada penelitian Mukti (2000) waktu yang digunakan untuk pemberian kejutan panas adalah 29 menit setelah fertilisasi selama 1,5 menit.

2.4 Analis Poliplodisasi
Analisis poliploidisasi merupakan teknik penentuan tingkat ploidi untuk mengetahui ploidi dari suatu organisme. Penentuan tingkat ploidi pada ikan dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik langsung merupakan metode yang dapat digunakan pada semua makhluk hidup terutama eukariotik dan merupakan teknik yang paling tepat untuk menentukan ploidi atau jumlah perangkat kromosom dibandingkan dengan teknik tidak langsung (Firdaus, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik tidak langsung, penentuan ploidi atau jumlah perangkat kromosom ditentukan atas dasar kuantitas materi genetik yang diukur secara tidak langsung, prinsip penggunaan teknik tidak langsung adalah bahwa kuantitas materi genetik berhubungan dengan kuantitas karakter yang diukur.
Metode langsung dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah kromosom dan penentuan kandungan DNA, metode tidak langsung dapat dengan pengukuran volume inti atau sel, elektrophoresis protein, pengamatan morfologi dan perhitungan jumlah nukleolus. Terdapat hubungan antara jumlah nukleolus dengan jumlah set kromosom pada tumbuhan dan hewan. Oleh karena itu, jumlah nukleolus dapat digunakan untuk menentukan tingkat ploidi pada ikan. Alasan lain penggunaan metode nukleolus ini adalah seperti diuraikan oleh Davidson (1995) dalam Firdaus (2002) bahwa jumlah maksimal nukleolus pada setiap spesies hewan atau tumbuhan adalah tertentu, dengan demikian jumlah nukleolus pada setiap sel dari suatu organisme mempunyai kemampuan membentuk nukleolus yang maksimal sesuai dengan jumlah materi genetiknya.
Individu haploid mempunyai satu nukleolus, diploid mempunyai satu atau dua nukleolus per sel, dan triploid mempunyai satu, dua atau tiga per sel dan seterusnya. Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahawa setiap satu set kromosom hanya mengandung satu kromosom dengan satu Nucleolar Organizer Region (NOR) dan inti diploid normal menngandung dua nukleolus. Pendapat yang senada diungkapkan Carman dkk. (1991) dalam Firdaus (2002) menjelaskan satu NOR mempunyai kemampuan untuk tidak membentuk lebih dari satu nukleolus, berdasar atas pernyataan tersebut diharapkan sel diploid yang mumpunyai sepasang NOR hanya mampu membentuk maksimal dua nukleolus, sel triploid hanya mampu membetuk tiga nukleolus demikian pula pada tetraploid hanya mampu membentuk empat nukleolus. Pengertian Nucleolus Organizer Region (NOR) adalah suatu daerah disekitar kromosom yang berfungsi membentuk nukleolus, disebut juga nucleolar organizer, daerah yang berisi beberapa tempat gen pengkode ribosom RNA (RNA-r).
Dari penjelasan di atas terdapat variasi jumlah nukleolus untuk setiap jenis ploidi, variasi ini disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak aktif mensintesis protein, selain itu, variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya fusi dan fisi antar nukleolus . Variasi jumlah nukleolus ini dapat dipahami bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dalam hal ini berhubungan dengan proses aktifitas fisiologis setiap sel, saat tahap embrional, sel-sel aktif melakukan metabolisme sehingga jumlah nukleolus akan dibentuk secara maksimal dan bahkan dalam satu sel dapat mencapai ratusan nucleolus.
Manipulasi kromosom memungkinkan untuk memproduksi ikan yang poliploid khususnya triploid dan tetraploid, gynogenetik dan androgenetik baik homozigot maupun heterozigot. Manipulasi kromosom pada ikan merupakan salah satu strategi yang diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi keturunan dengan sifat unggul dan kualitas genetiknya baik, seperti memiliki pertumbuhan relatif cepat, tahan terhadap penyakit, kelangsungan hidup tinggi, toleran terhadap perubahan lingkungan (suhu, pH, oksigen terlarut, salinitas) dan mudah dibudidayakan (Mukti, 1999).


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manipulasi poliploidi merupakan cara untuk merubah individu haploid atau diploid menjadi individu triploid, tetraploid, pentaploid dan seterusnya. Beberapa proses dapat dilakukan secara alami melalui nondisjungsi maupun rekayasa dengan kejut suhu panas, dingin, tekanan dan bahan kimia pada telur yang telah dibuahi spermatozoa. Perlakuan ini, untuk mendapakan jenis baru yang berkualitas, tumbuh cepat besar, bentuk menarik. Individu poliploidi mudah beradaptasi dan dapat sebagai kontrol lingkungan untuk individu lain.

No comments:

Post a Comment